jpnn.com, BATAM - Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Batam mendukung keputusan Menteri Koordinator Kemaritiman Luhut Panjaitan yang menolak rencana impor sampah plastik untuk didaurulang di Batam atau Kepri.
Bahkan, Apindo menegaskan sebenarnya polemik yang ramai belakangan ini tak perlu terjadi andai Batam lebih selektif dalam menerima investasi masuk.
BACA JUGA: Lakukan Ship to Ship, Kapal Berbedara Singapura Ditangkap
"Kita memahami kekhawatiran Menko Luhut terkait rencana masuknya perusahaan plastik dari Tiongkok. Karena terbukti selama bertahun-tahun tidak mampu menjaga standar kebersihan lingkungannya," kata Pelaksana Tugas (Plt) Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Batam Rafki Rasyid, Senin (26/11).
Karena maraknya investor plastik di Tiongkok, lingkungannya menjadi tercemar sehingga membuat kualitas hidup di Tiongkok terancam. Sehingga Tiongkok akhirnya menutup pabrik pengolahan plastik dan menyetop impor limbah plastik sejak 2018 kemarin.
BACA JUGA: Pemerintah Fokus Hilirisasi Industri
"Bukan tidak mungkin, hal serupa bisa terjadi di Batam. Di seluruh dunia, perusahaan plastik kebingungan mencari negara untuk membuang limbahnya. Ketika Batam membuka diri, maka mereka akan berbondong-bondong masuk ke Batam," paparnya.
Jika dibiarkan, maka kualitas lingkungan di Batam akan terancam di masa depan. "Hal inilah yang dikhawatirkan sejak awal dan butuh pertimbangan matang dari semua pihak," ucapnya.
BACA JUGA: Industri di Jatim Sumbang 13 Persen untuk Nasional
Batam memang butuh investasi. Namun harus selektif dalam menentukan investor yang boleh masuk dan berinvestasi di Batam.
"Dengan perang dagang antara Amerika dan Tiongkok merupakan kesempatan bagi Batam mendatangkan investor berkualitas," jelasnya.
Investor berkualitas adalah investor yang bisa menggerakkan roda ekonomi Batam tapi tidak mengancam kualitas lingkungan hidup. Dan tentu saja investor tersebut harus memberikan multiflyer effect kepada usaha lokal di Batam.
"Tidak hanya memanfaatkan fasilitas pembebasan pajak di Batam saja, tapi kalau bisa disyaratkan gunakan konten lokal yang banyak. Atau harus menjalin kerjasama dengan UKM lokal supaya bisa sama-sama maju," ucapnya.
Negara-negara tetangga seperti Malaysia, Thailand dan Vietnam tengah mengambil kesempatan dari perang dagang. Mereka juga menolak investasi pengolahan plastik dan berfokus kepada industri berteknologi tinggi.
"Sedangkan investasi di Indonesia malah cenderung menurun. Ini tentunya ada yang salah dari penanganan investasi ke Indonesia sehingga enggan investasi di Indonesia dan juga Batam," paparnya.
Badan Pengusahaan (BP) Batam sebagai pemberi izin investasi menyatakan bahwa sektor industri pengolahan plastik di Batam tidak berbahaya bagi Lingkungan. Kepala Badan Pengusahaan (BP) Batam, Lukita Dinarsyah Tuwo menegaskan hal tersebut.
Dia sudah berupaya meyakinkan kepada pemerintah pusat bahwa industri pengolahan plastik di Batam sepenuhnya berorientasi kepada proses recycle (daur ulang,red) dan 100 persen diekspor keluar negeri.
“Sesuai dengan Peraturan Presiden (Perpres) 44/2016 tentang Daftar Negatif Investasi (DNI), industri pengolahan plastik tidak dilarang bahkan 100 persen bisa dimiliki oleh asing,” katanya di Hotel Harmoni One, Batam, Sabtu (24/11).
Lukita melanjutkan bahwa investor-investor dari Asia Timur yang ingin membangun pabrik pengolahan plastik sudah sepakat untuk membangun fasilitas yang bisa menghancurkan limbah hasil proses pengolahan plastik, seperti incinerator dan lainnya.
“Dalam proses pengelolaannya, kawasan industri sudah kami minta lakukan pengamanan terhadap proses pengelolaan plastik, agar ramah lingkungan,” paparnya.
Sedangkan mengenai proses impor bahan baku, bukan menjadi kewenangan BP Batam.
“Pengaturan limbah terutama kaitannya dengan kuota itu ada di Kementerian Perdagangan berdasarkan rekomendasi dari Kementerian Perindustrian dan Kementerian Lingkungan Hidup. Sedangkan kami (BP Batam, red) hanya memberi persetujuan kepada permohonan investasi plastik ini,” ucapnya.
Disamping itu, dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) 31/2016 yang mengatur tentang impor limbah non bahan berbahaya dan beracun, impor bahan baku plastik harus melewati persetujuan dari surveyor, seperti Succofindo.
“Inilah pengamanan dalam proses akan dilakukan secara tegas dan transparan. Agar lingkungan kita tetap terjaga,” jelasnya.
BP juga tengah menunggu regulasi yang membahas mengenai revisi DNI terbaru. Sehingga pihaknya akan menunda pemberian izin investasi yang akan masuk, termasuk juga izin investasi bagi industri pengolahan plastik.
"Mengenai izin investasi ini sekarang merupakan konsen di pusat. Makanya akan dihold dulu yang ada kaitannya dengan DNI," ucapnya.(leo)
BACA ARTIKEL LAINNYA... WN Taiwan Penyeludup 1,6 Ton Sabu Minta Tak Dihukum Mati
Redaktur & Reporter : Budi