Aplikasi Pakem Dikhawatirkan Dimanfaatkan Kaum Intoleransi

Selasa, 27 November 2018 – 18:42 WIB
Juru Bicara PSI Mohammad Guntur Romli. Foto: Ist

jpnn.com, JAKARTA - Aplikasi Pengawasan Aliran Kepercayaan Masyarakat (Pakem) atau dikenal dengan aplikasi Smart Pakem yang telah diluncurkan Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta beberapa waktu lalu, menuai polemik.

Anggota Komisi III DPR dari Fraksi PKS Nasir Djamil menilai, aplikasi tersebut bagus dan merupakan langkah maju karena masyarakat memiliki saluran yang tepat dalam melaporkan pihak-pihak yang dianggap mengembangkan aliran kepercayaan maupun aliran yang diduga sesat dan menyimpang.

BACA JUGA: PSI Tolak Aplikasi PAKEM Kejaksaan

"Kami apresiasi karena kejaksaan telah memanfaatkan teknologi untuk menyapu apa yang mereka perankan kepada masyarakat," kata Nasir saat dihubungi, Selasa (27/11).

Meski demikian, Nasir mengingatkan kepada Kejati DKI agar laporan masyarakat itu memiliki kriteria. Salah satu kriterianya adalah agar masyarakat tidak merasa takut dalam melaporkan.

"Jadi diharapkan simpel saja orang memberikan laporan tinggal nanti kejaksaan menindaklanjuti dengan fungsi intelijen yang ada pada mereka," kata Nasir.

Sementara itu, Juru Bicara PSI Guntur Romli menyatakan menolak aplikasi ‎tersebut. Sebab, aplikasi itu memungkinkan satu lembaga melakukan penghakiman terhadap aliran kepercayaan.

‎"Sikap PSI soal aliran kepercayaan masyarakat, yang harus dikedepankan adalah dialog, bukan penghakiman," ujar Romli.

Dia menambahkan, pihaknya melihat pengawasan terhadap aliran kepercayaan masyarakat telah dijadikan sebagai dalih persekusi oleh kelompok-kelompok garis keras. Para pengawas ini tidak bisa menerima adanya perbedaan.

PSI melihat Pakem lebih menyoroti soal internum dalam suatu sistem agama dan kepercayaan sehingga yang muncul adalah tudingan sesat, kafir, menyimpang yang akhirnya menjadi dalih persekusi oleh kelompok lain.

Menurut Romli, lebih baik Kejaksaan mengeluarkan aplikasi yang mengawasi tindakan intoleransi yang membahayakan kerukunan di negeri ini.

"Perbedaan agama dan keyakinan bukanlah potensi perpecahan. Justru ini manifestasi dari kebinekaan. Tapi intoleransi dan persekusi inilah yang bisa mencerai-beraikan persatuan bangsa ini," tandas dia. (tan/jpnn)


Redaktur & Reporter : Fathan Sinaga

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag

Terpopuler