jpnn.com, JAKARTA - Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid (HNW) sangat berharap 3 April bisa ditetapkan sebagai Hari NKRI.
Usulan tersebut sebagai wujud apresiasi tinggi terhadap sosok penting dalam sejarah bangsa Indonesia, yakni Mohammad Natsir.
BACA JUGA: HNW Kembali Usulkan 3 April sebagai Hari NKRI, Ini Alasannya
Hal ini kembali disampaikan HNW seusai mengikuti prosesi 'Pelepasan dan Penugasan Guru Ngaji/Dai' yang berlangsung di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (8/8).
Pada kegiatan tersebut, sebanyak sebanyak 130 lulusan Sekolah Tinggi Ilmu Dakwah (STID) Mohammad Natsir dilepas secara simbolis untuk diberangkatkan berdakwah ke berbagai pedalaman dan pelosok negeri.
STID Mohammad Natsir merupakan lembaga pendidikan yang berada di naungan Dewan Da’wah Islamiyah Indonesia (DDII), sehingga dalam acara itu hadir Ketua Pembina DDII Prof Didin Hafinuddin, Ketua Umum DDII Adian Husaini, dan Ketua Pengawas DDII Yusuf Djamal.
BACA JUGA: Wujud Kecintaan kepada NKRI, Puncak Jaya Membentangkan Bendera Merah Putih Sepanjang 9 x 18 Meter
HNW menyampaikan bangsa ini perlu diingatkan jasa-jasa para pahlawan bangsa.
Selain dengan ungkapan Bung Karno, yakni Jas Merah (jangan sekali-kali melupakan atau meninggalkan sejarah), juga dengan Jas Hijau (jangan sekali-kali menghilangkan jasa ulama).
Melalui dua ungkapan tersebut, kata HNW, sangat pas disegarkan terkait dengan peran Mohammad Natsir, pendiri DDII.
Menurut HNW, sejatinya bangsa dan negara ini pernah mendapatkan sukses bukti perjuangan kebangsaan dan kenegarawanan tokoh Mohammad Natsir.
Peran Mohammad Natsir yang sukses menghadirkan kembali NKRI, sehingga teriakan sekarang adalah 'NKRI Harga Mati' adalah monumen bersejarah yang sangat menentukan eksistensi dan masa depan Indonesia.
Pada 3 April 1950, di hadapan rapat paripurna Parlemen Republik Indonesia Serikat (RIS), Mohammad Natsir menyampaikan mosi integral.
Inti dari mosi tersebut ialah mengajak bangsa ini untuk kembali ke bentuk NKRI yang merupakan cita-cita Indonesia merdeka, sebagaiamana disepakati dalam UUD 45 Bab 1 Pasal 1 Ayat (1).
Pasalmya, Belanda melalui Konferensi Meja Bundar (KMB) 26 Desember 1949 sudah mengubah Indonesia menjadi RIS (Republik Indonesia Serikat), sehingga pada masa itu bentuk negara yang ada adalah RIS.
“NKRI pada masa itu sudah dikubur oleh Belanda," tutur HNW.
Peran Mohammad Natsir yang menyatakan Mosi Integral itulah yang membuat Parlemen RIS dan pemerintah mengapresiasi dan menyepakati perjuangan dan usulannya dalam mosi integralnya, sehingga Indonesia kembali menjadi NKRI setelah sebelumnya berbentuk RIS.
“Nah ketika ada perguruan tinggi yang diprakarsai oleh Mohammad Natsir, STID, akan melakukan kegiatan di MPR, kami menyambut dengan suka cita," ujar politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu.
HNW mengingatkan di komplek parlemen ini, dirinya bersama berbagai komponen bangsa pernah menandatangani usulan kepada pemerintah untuk menjadikan 3 April sebagai Hari NKRI.
Disebutnya, bangsa ini sudah memiliki Hari Pancasila, Hari Konstitusi, Hari Ibu, Hari Anak, Hari Tani, Hari Bela Negara, dan lain sebagainya, namun belum memiliki hari nasional untuk menguatkan spirit ber-NKRI.
“Sudah ada beragam hari nasional namun belum ada Hari NKRI," tegas alumnus Pondok Pesantren Gontor itu.
Melalui acara yang digelar DDII tersebut, HNW menilai momen penting untuk menguatkan usulan kepada pemerintah agar mempertimbangkan serius usulan 3 April dijadikan sebagai Hari NKRI.
“Agar kita betul-betul tidak melupakan sejarah, sekaligus juga tidak melupakan jasa para ulama pejuang yang juga pahlawan nasional, tetapi juga untuk menguatkan spirit cinta dan bela NKRI,” kata pria asal Klaten, Jawa Tengah itu.
HNW mengatakan dengan adanya Hari NKRI diharapkan bangsa ini akan mempunyai ingatan kolektif agar makin bisa berkontribusi mengokohkan dan menjaga NKRI, apalagi ditengah berbagai tantangan globalisasi.
Tujuannya agar NKRI yang jaya raya tetap bisa eksis dan diwariskan kepada generasi Indonesia Emas.
"Sudah sangat seharusnya pemerintah menyetujui usulan 3 April sebagai Hari NKRI," pungkasnya. (mrk/jpnn)
Redaktur : Sutresno Wahyudi
Reporter : Sutresno Wahyudi, Sutresno Wahyudi