JAKARTA - Arab Saudi masih menjadi negara yang menyumbang Tenaga Kerja Indonesia (TKI) bermasalah terbanyak. Berdasarkan data Crisis Center Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI), jumlah kasus negara kaya minyak tersebut mencapai 6.516 kasus.
Dari jumlah tersebut, 3.720 kasus telah diselesaikan dan 2.796 kasus masih diproses. Sementara di tempat kedua adalah Malaysia dengan 1.385 kasus. Sebesar 883 kasus di antaranya sudah selesai dan 502 lainnya masih diproses. Diposisi ketiga adalah Jordania dengan 643 kasus. Sekitar 344 kasus sudah selesai dan 299 masih proses.
Kepala BNP2TKI M. Jumhur Hidayat mengatakan, rata-rata kasus yang dialami sama di setiap negara di antaranya gaji tidak dibayar, gaji di bawah standar, putus komunikasi dengan keluarga, TKI ingin pulang, pekerjaan tidak sesuai Perjanjian Kerja (PK), meninggal di luar negeri, hingga korban tindak kekerasan majikan.
”Sejak didirikan 27 Juni 2013, Crisis Center telah menangani 12.270 aduan kasus TKI. Jumlah tersebut merupakan pengaduan terverifikasi sampai 27 Juni 2013,” ungkapnya saat perayaan HUT Crisis Center kedua di Jakarta, Kamis (27/6).
Menurut Jumhur, dari 12.270 aduan permasalahan TKI itu, 7.324 atau 59,69 persen kasusnya terselesaikan dan 4.946 atau 40,31 persen sisanya dalam upaya penyelesaian. ”Proses penuntasan kasus aduan TKI dilakukan dengan mekanisme internal BNP2TKI beserta jajaran Balai Pelayanan Penempatan dan Perlindungan TKI (BP3TKI) di bawahnya, di samping bekerja sama dengan unsur perwakilan RI (KJRI/KBRI, Red), Pelaksana Penempatan TKI Swasta (PPTKIS), perusahaan asuransi TKI hingga melibatkan antar instansi pemerintah tingkat pusat atau daerah dalam sektor pelayanan TKI,” ujarnya.
Jumhur mengatakan, 12.270 aduan kasus TKI terjadi di 76 negara dan sebagiannya di tanah air sebelum TKI diberangkatkan. Sedangkan permasalahan yang diadukan mencakup 44 kasus seperti TKI gagal penempatan (berangkat), gaji di bawah standar, gaji tidak dibayar, putus komunikasi dengan keluarga, TKI sakit atau rawat inap, kabur dari rumah majikan, dan meninggal di luar negeri. Lalu, diikuti TKI ingin dipulangkan ke tanah air, pemalsuan dokumen keberangkatan, pemutusan hubungan kerja (PHK) sepihak, penganiayaan, pelecehan seksual, kecelakaan di tempat kerja, TKI dalam penahanan penjara/kasus hukum, TKI hamil, TKI unfit (tidak sehat) saat tiba di negara tujuan, depresi, kasus penahanan paspor TKI oleh PPTKIS, masalah asuransi TKI.
Ia mencontohkan, dari 76 negara asal kasus TKI, terdapat 10 besar negara yang tingkat pengaduan kasus TKI-nya tinggi. Ke-10 negara itu di antaranya Arab Saudi, Malaysia, Jordania, Uni Emirat Arab (UEA), Suriah, Taiwan, Kuwait, Singapura, Qatar, dan Oman. Mengenai permasalahan atau kasus pengaduan calon TKI/TKI yang dalam proses sebanyak 4.946, Jumhur menjelaskan, kendala penanganannya karena melibatkan koordinasi banyak pihak dan lembaga terkait lain.
”Ada pula kendala pengaduan TKI itu yang PPTKIS-nya tutup. Namun, kami secara terus-menerus melakukan terobosan guna penyelesaian kasusnya,” tegasnya. (cdl)
Dari jumlah tersebut, 3.720 kasus telah diselesaikan dan 2.796 kasus masih diproses. Sementara di tempat kedua adalah Malaysia dengan 1.385 kasus. Sebesar 883 kasus di antaranya sudah selesai dan 502 lainnya masih diproses. Diposisi ketiga adalah Jordania dengan 643 kasus. Sekitar 344 kasus sudah selesai dan 299 masih proses.
Kepala BNP2TKI M. Jumhur Hidayat mengatakan, rata-rata kasus yang dialami sama di setiap negara di antaranya gaji tidak dibayar, gaji di bawah standar, putus komunikasi dengan keluarga, TKI ingin pulang, pekerjaan tidak sesuai Perjanjian Kerja (PK), meninggal di luar negeri, hingga korban tindak kekerasan majikan.
”Sejak didirikan 27 Juni 2013, Crisis Center telah menangani 12.270 aduan kasus TKI. Jumlah tersebut merupakan pengaduan terverifikasi sampai 27 Juni 2013,” ungkapnya saat perayaan HUT Crisis Center kedua di Jakarta, Kamis (27/6).
Menurut Jumhur, dari 12.270 aduan permasalahan TKI itu, 7.324 atau 59,69 persen kasusnya terselesaikan dan 4.946 atau 40,31 persen sisanya dalam upaya penyelesaian. ”Proses penuntasan kasus aduan TKI dilakukan dengan mekanisme internal BNP2TKI beserta jajaran Balai Pelayanan Penempatan dan Perlindungan TKI (BP3TKI) di bawahnya, di samping bekerja sama dengan unsur perwakilan RI (KJRI/KBRI, Red), Pelaksana Penempatan TKI Swasta (PPTKIS), perusahaan asuransi TKI hingga melibatkan antar instansi pemerintah tingkat pusat atau daerah dalam sektor pelayanan TKI,” ujarnya.
Jumhur mengatakan, 12.270 aduan kasus TKI terjadi di 76 negara dan sebagiannya di tanah air sebelum TKI diberangkatkan. Sedangkan permasalahan yang diadukan mencakup 44 kasus seperti TKI gagal penempatan (berangkat), gaji di bawah standar, gaji tidak dibayar, putus komunikasi dengan keluarga, TKI sakit atau rawat inap, kabur dari rumah majikan, dan meninggal di luar negeri. Lalu, diikuti TKI ingin dipulangkan ke tanah air, pemalsuan dokumen keberangkatan, pemutusan hubungan kerja (PHK) sepihak, penganiayaan, pelecehan seksual, kecelakaan di tempat kerja, TKI dalam penahanan penjara/kasus hukum, TKI hamil, TKI unfit (tidak sehat) saat tiba di negara tujuan, depresi, kasus penahanan paspor TKI oleh PPTKIS, masalah asuransi TKI.
Ia mencontohkan, dari 76 negara asal kasus TKI, terdapat 10 besar negara yang tingkat pengaduan kasus TKI-nya tinggi. Ke-10 negara itu di antaranya Arab Saudi, Malaysia, Jordania, Uni Emirat Arab (UEA), Suriah, Taiwan, Kuwait, Singapura, Qatar, dan Oman. Mengenai permasalahan atau kasus pengaduan calon TKI/TKI yang dalam proses sebanyak 4.946, Jumhur menjelaskan, kendala penanganannya karena melibatkan koordinasi banyak pihak dan lembaga terkait lain.
”Ada pula kendala pengaduan TKI itu yang PPTKIS-nya tutup. Namun, kami secara terus-menerus melakukan terobosan guna penyelesaian kasusnya,” tegasnya. (cdl)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Fahri Makin Lantang Kritisi KPK
Redaktur : Tim Redaksi