jpnn.com, JAKARTA - Hasil survei SMRC menyebutkan dukungan kepada PDIP mengalami peningkatan dari 19,3 persen pada Pemilu 2029 menjadi 24 persen, sedangkan Gerindra naik dari 12,6 persen menjadi 13,4 persen. Partai Golkar menurun dari 12,3 persen menjadi 8,5 persen.
Menurut Direktur Eksekutif Para Syndicate Ari Nurcahyo, turunnya elektabilitas Partai Golkar disebabkan oleh mesin partai yang masih bekerja setengah hati. Faksi-faksi internal partai belum solid dalam mengusung ketua umum Airlangga Hartarto sebagai capres dari partai berlambang pohon beringin itu.
BACA JUGA: Kemnaker Gelar Festival Vokasi, Menko Airlangga: Untuk Indonesia Lebih Baik
“Mesin partai setengah hati dalam pencapresan Airlangga,” ujar Ari Nurcahyo, Senin (31/10/2022).
Menurut Ari, struktural dan kader Golkar belum satu suara terkait pencapresan Airlangga. Soliditas menjadi persoalan utama di internal Golkar sebab banyaknya faksi.
BACA JUGA: Airlangga Paparkan Kemitraan Strategis hingga Optimisme Indonesia pada CSIS
"Soliditas itu memang menjadi persoalan yang cukup fundamental dalam Golkar. Mengapa tidak solid? Jelas karena faksi-faksi Golkar banyak,” ujarnya.
Soliditas di internal partai Golkar berbeda dengan PDIP yang dinilai tegak lurus pada keputusan partai.
BACA JUGA: Menko Airlangga Bertemu USTR Ambassador Katherine, Singgung Presidensi G20
“Jadi, berbeda secara diametral antara soliditas PDIP dan Golkar,” kata Ari.
Selain itu, menurunnya elektabilitas Golkar juga disebabkan oleh ketokohan Airlangga yang cenderung susah naik.
"Kedua, ketokohan Airlangga agak susah untuk mengangkat. Mengapa? Justru itu berangkat dari soliditas. Kalau semua mengangkat pasti (akan naik)," ungkap Ari.
Ari mencontohkan pada fase awal, elektabilitas Airlangga lebih tinggi dari Puan Maharani, tetapi sekarang, secara ketokohan Puan sedikit lebih tinggi. Hal itu disebabkan struktural dan kader PDIP serius untuk mengangkat Puan.
Ari mengungkapkan ketokohan Airlangga patut untuk bisa dikapitalisasi Golkar, mengingat Airlangga mempunyai modal politik yang cukup kuat.
“Padahal punya modal politik yang kuat, dekat dengan Pak Jokowi, prestasi bagus, kinerja bagus, kan peran Pak Airlangga ini dominan,” tegas Ari.
Menurut Ari, pekerjaan rumah Golkar saat ini adalah bagaimana mengkapitalisasi sumber daya politik untuk menaikkan elektabilitas Golkar sekaligus Airlangga Hartarto.
"Banyak potensi, resource yang bisa dikapitalisasi untuk menaikkan popularitas dan elektabilitas Golkar dan sekaligus Pak Airlangga," pungkas Ari.
Strategi Tepat
Direktur Eksekutif Indonesia Presidential Studies, Nyarwi Ahmad mengatakan Partai Golkar perlu memiliki strategi yang tepat menjelang Pemilu 2024.
Dengan kekuatan kader muda yang mereka punya, elit yang dikenal publik, juga kemampuan sumber daya bisa membawa elektabilitas Golkar lebih lagi.
“Butuh orang orang yang bisa memformulasikan strategi itu tepat dengan, bisa mengerti sense elektoral market lebih baik, saya kira itu penting. Dan, bagi Golkar saya kira, bukan hal baru merekrut para profesional yang bisa mensupport, mengevaluasi, mengkritisi bila perlu,“ kata Nyarwi, Senin (31/10).
Sebelumnya dalam survei SMRC, disebutkan Partai Golkar masih berada dalam tiga besar parpol di Indonesia.
Namun tantangannya ada pada karakteristik pemilih Golkar yan rentan. Golkar disebut harus bekerja keras untuk menjaga pemilihnya dari sasaran mobilisasi partai lain menjelang pemilu.
“Kalau kita lihat aspek fluktuasi akan selalu terjadi. Di banyak data survei ada partai yang tingkat elektabilitasnya lebih rendah dari actual suara pada Pemilu. Karena yang dilihat bukan lagi parpol tetapi sosok,” sebut Nyarwi yang juga dosen di Universitas Gajah Mada ini.
Dia menambahkan, sosok menjadi penting bagi calon pemilih. Maka Golkar juga harus bekerja keras membuat elit mereka semakin dikenal publik. Terlebih kaum muda, yang menjadi mayoritas pemilih pada 2024.
“Kadang sulit menarik minat anak muda untuk berkenalan dengan partai atau tokoh. Maka dibutuhkan brand ambassador dari politisi muda yang ada daya tarik dikalangan anak muda,“ sebut Nyarwi.
“Hanya saja branding bukan cuma media, pengaruh tokoh, tetapi daya tarik kebijakan, dan aspek yang menjadi baru, harapan, politik kan bicara harapan. Apa saja yang jadi harapan pemilih,” ujar Nyarwi.(fri/jpnn)
Jangan Sampai Ketinggalan Video Pilihan Redaksi ini:
Redaktur & Reporter : Friederich Batari