jpnn.com - Politikus Arief Poyuono menilai Edi Damansyah layak didiskualifikasi pada Pilkada Kutai Kartanegara (Kukar) 2024 karena dianggap sudah menjabat bupati dua periode.
Arief mengatakan KPU harus menjalankan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 129/PUU-XII/2024 yang dibacakan oleh para Hakim Mahkamah Konstitusi pada hari Kamis 14 November 2024.
BACA JUGA: Pilkada Kukar: Andi Faisal PDIP Kawal Kemenangan Edi-Rendi
Putusan itu tentang Penghitungan Masa Jabatan Kepala Daerah yang diatur dalam Pasal 19 huruf e pada Peraturan KPU Nomor 8 Tahun 2024, yang menyatakan bahwa masa jabatan Kepala Daerah dihitung sejak pelantikan.
"Di mana Peraturan KPU Nomor 8 Tahun 2024, dijadikan dasar hukum oleh KPU dan bupati dua periode Edi Damansyah yang berambisi untuk maju untuk kali ketiga, dalam Pilkada Serentak 2024," ujar Arief.
BACA JUGA: Mahyeldi-Vasko Menang Pilgub Sumbar dengan Suara 77,12 Persen
Menurut Arief, kesengajaan dan ketidakpedulian KPU sangat jelas dalam pencalonan Edi Damansyah yang pernah mengajukan permohonan Judicial Review pada perkara Nomor 2/PUU-XXI/2023 pada 28 Februari 2023 tetapi ditolak MK, karena telah dianggap menjabat dua periode.
"MK dalam putusannya menyatakan bahwa masa jabatannya (Edi, red) sebagai Plt Bupati maupun Bupati definitif Kutai Kartanegara menggantikan Rita Widyasari pada masa bakti 2016-2021 telah dihitung sebagai satu periode penuh," tutur Arief.
BACA JUGA: Abdul Rachman Thaha Gabung ke Demokrat, Ada Faktor Anwar Hafid
Hal itu menurutnya diperkuat dengan Putusan MK Nomor 129/PUU-XXII/2024, di mana MK menolak memberikan tafsir baru mengenai cara penghitungan dua periode masa jabatan Kepala Daerah seperti yang dimohonkan oleh kuasa hukum pasangan Helmi-Mian dan Elva-Rizal.
MK kembali menegaskan bahwa makna 'masa jabatan' telah dijelaskan dalam Putusan MK: Nomor 67/PUU-XVIII/2020 dan Nomor 2/PUU-XXI/2023, di mana masa jabatan dihitung satu periode penuh jika kepala daerah telah menjabat setengah atau lebih dari masa jabatannya, baik secara definitif maupun sebagai pejabat sementara (Plt).
Pada intinya, kata Arief, Putusan MK Nomor 129/PUU-XXII/2024 memperkuat tiga putusan sebelumnya, yakni Putusan MK Nomor : 22/2009, 67/2020, dan 2/2023. Gugatan yang diajukan oleh kuasa hukum Helmi-Mian dan Elva-Rizal pada dasarnya meminta MK memberikan tafsir mengenai penghitungan masa jabatan pejabat sementara (Plt) Kepala Daerah.
"MK memutuskan bahwa masa jabatan Plt dihitung sejak pelaksanaan tugas secara nyata (riil dan faktual) bukan sejak pelantikan," ucap Arief.
Dalam putusan tersebut, lanjut Arief, MK secara tegas membatalkan Pasal 19 huruf e pada PKPU 8/2024 yang menyatakan penghitungan masa jabatan Plt dihitung sejak pelantikan.
"Keputusan ini memiliki dampak besar karena Pasal 19 huruf e tersebut dianggap telah kehilangan dasar yuridisnya, sehingga tidak dapat dijadikan acuan," kata dia.
Dengan adanya keputusan itu, Arief menilai calon kepala daerah seperti Edi Damansyah yang telah menjabat dua periode, tetapi tetap diloloskan oleh KPU untuk maju ke periode ketiga, otomatis dinyatakan batal demi hukum (null and void).
"Dan wajib didiskualifikasi, seberapa pun perolehan suara yang diperoleh Edi Damansyah pada Pilkada Kukar 2024," kata Arief.
Arief menambahkan bahwa diskualifikasi terhadap Edi Darmansyah bukan masalah menang kalah atau zero sum game dalam Pilkada Kukar 2024.
"Akan tetapi ini masalah penegakan aturan main dan hukum dalam pelaksanaan Pilkada yang demokratis dan menjunjung tinggi UU dan hukum yang berlaku," kata Arief Poyuono.(fat/jpnn)
Redaktur & Reporter : M. Fathra Nazrul Islam