Arief Poyuono Menyerukan Tolak Ide Jokowi yang Satu Ini

Minggu, 22 Desember 2019 – 09:10 WIB
Arief Poyuono menyerukan penolakan soal omnibus law. Foto: M. Fathra NI/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Politikus Partai Gerinra Arief Poyuono menyerukan penolakan terhadap rencana pemerintahan Presiden Jokowi menyatukan sejumlah undang-undang atau Omnibus Law.

Seruan Arief ditujukan kepada para buruh dan angkatan kerja baru di Indonesia.

BACA JUGA: Fadli Zon dan Arief Poyuono Doakan Adian Napitupulu, Begini Kalimatnya

"Buruh dan angkatan kerja baru Indonesia harus tolak omnibus law yang terkait ketenagakerjaan," kata Arief melalui pesan elektronik yang diterima jpnn.com, Minggu (22/12).

Omnibus law merupakan salah satu program prioritas pemerintahan Jokowi - KH ma'rif Amin yang disampaikan pertama kali dalam pidato Presiden ketujuh RI itu usai dilantik di Gedung Parlemen, pada 20 Oktober 2019 lalu.

BACA JUGA: Arief Poyuono: Piye Iki, Sadar Karo Eling Ora Kangmas Joko Widodo?

Jokowi saat itu menyampaikan ingin menyederhanakan bahkan memotong segala bentuk kendala regulasi. Salah satu caranya dengan mengajak DPR menerbitkan dua undang-undang besar. Pertama, UU Cipta Lapangan Kerja. Kedua, UU Pemberdayaan UMKM.

Masing-masing UU tersebut menurut Jokowi, akan menjadi Omnibus law, yaitu satu UU yang sekaligus merevisi beberapa UU, bahkan puluhan UU yang menghambat penciptaan lapangan kerja sekaligus. UU yang menghambat pengembangan UMKM juga akan langsung diubah.

BACA JUGA: Ahok Dampingi Jokowi Meninjau Kilang Petrokimia di Tuban, Ini Hasilnya

Nah, Arief mengatakan bahwa omnibus law dapat dianggap sebagai UU 'sapu jagat' yang dapat digunakan untuk mengganti beberapa norma hukum dalam beberapa UU seperti UU Ketenagakerjaan yang saat ini dianggap menghambat investasi dan memberatkan pengusaha.

"Rencana penerapan omnibus law yang akan dilakukan oleh pemerintahan Joko Widodo - Maruf Amin terkait ketenagakerjaan hanya akan menambah angka kemiskinan di Indonesia nantinya," kata wakil ketua umum Partai Gerindra itu.

Dia berpendapat bahwa salah satu tujuan omnibus law adalah akan mempermudah penggunaan tenaga kerja asing untuk bisa berkerja di Indonesia. Artinya angkatan kerja baru dan buruh yang sedang berkerja akan terancam tempat mencari nafkahnya.

"Pertama perusahaan perusahaan asing yang sudah settle di Indonesia akan banyak mengganti buruh-buruh Indonesia di perusahaannya dengan tenaga kerja asing yang punya skill sama dengan upah yang sama nantinya," jelas Arief.

Kedua, pria yang juga ketua umum Federasi Serikat Pekerja (FSP) BUMN Bersatu ini menilai masuknya investasi asing juga akan dibarengi dengan berdatangannya tenaga kerja luar yang akan digunakan oleh investor asing. Artinya angkatan kerja baru akan kehilangan kesempatan kerja dengan masuknya investasi asing di Indonesia.

Seharusnya, kata Arief, tujuan omnibus law untuk peningkatan investasi harus berbanding lurus dengan berkurangnya tingkat pengangguran, bukan meningkatkan TKA ke Indonesia.

"Dalam hal ini seharusnya pemerintah memanfaatkan jumlah angkatan kerja yang terus meningkat dengan memberikan kesempatan kerja semaksimal mungkin. Dengan berkurangnya tingkat pengangguran, daya beli masyarakat akan meningkat yang pada akhirnya mendukung perekonomian nasional," tuturnya.

Dengan menerapkan UU Omnibus Law, lanjutnya, pemerintah juga akan mengubah aturan sanksi pidana kepada para pengusaha 'nakal'. Sebagai gantinya, mereka hanya akan diberikan sanksi administrasi kalau terjadi pelanggaran terhadap aturan perundang-undangan.

Hal itu menurutnya akan sangat merugikan pekerja jika ada pelaku usaha asing atau lokal yang cuma modal nekat membuka usaha lalu kabur dan tidak membayar gaji buruh. Sebab, pengusaha bisa menutup usahanya dan tidak terkena hukuman pidana sehingga tak perlu membayar upah buruh.

"Karena itu saya mengajak para buruh, angkatan kerja baru yang baru lulus SMA dan universitas untuk menolak dan melawan omnibus law yang berhubungan dengan UU dan peraturan ketenagakerjaan karena akan merugikan masyarakat Indonesia," tandas Arief. (fat/jpnn)


Redaktur & Reporter : M. Fathra Nazrul Islam

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler