Pakar Indonesia Professor Ariel Heryanto yang sekarang menjadi menjabat professor pada Herb Feith Foundation di Monash University Melbourne mengaku terkejut mengapa rekaman video kuliahnya menjadi viral.
Kuliah tersebut berlangsung bulan Juli lalu di Jakarta dan sekarang menjadi viral di YouTube setelah diunggah oleh sebuah akun seminggu terakhir. Rekaman video berjudul "Historiografi Indonesia yang rasis' tersebut diunggah oleh akun bernama Jakartanicus.
BACA JUGA: Warga Timor Leste Bisa Menjadi Jawaban Kekurangan Pekerja di Sektor Pertanian di Australia
Sejak diposting pertama kali tanggal 22 Oktober lalu, sudah ditonton 35 ribu kali dan sedikitnya 87 komentar saat berita ini ditulis hari Selasa (31/10/2017) siang. Video itu sendiri berisi rekaman kuliah yang diberikan Prof Ariel Heryanto di Universitas Indonesia berjudul "Gerakan Global Kiri dalam Perjuangan Kemerdekaan RI." Durasinya bahkan sepanjang 60 menit.
Sejak diunggah ke YouTube, Prof Ariel memberikan beberapa update di laman Facebooknya mengenai banyaknya yang menonton video tersebut. "Sangat bersyukur atas perhatian rekan-rekan untuk video rekaman ceramah umum "Gerakan Global Kiri dalam Perjuangan Kemerdekaan RI" di UI. Terima kasih khusus untuk Jakartanicus yang telah memproduksikan dan memasang di Youtube," katanya.
BACA JUGA: Rekor Kematian dan Lockdown Diperpanjang, Situasi di Australia Makin Suram
"Kurang dari 15 jam sejak diunggah tadi pagi, video ini sudah ditengok lebih dari 2.000 pemirsa. Jumlah ini masih bertambah terus. Untuk sebuah video non-hiburan, malahan berisi ceramah 'ilmiah' yang serius, dengan durasi 'sangat panjang' (hampir 60 menit), jumlah itu sangat jauh melampaui dugaan awal," tulis Prof Ariel.
Ketika video tersebut ditonton 5 ribu kali, dia kembali memberikan komentarnya. "Kalau ditonton 50 orang aja, gua udah bahagia banget. Namanya juga kuliah ilmiah. Lagian super-panjang. Bukan hiburan atau lelucon pendek dan usil soal politik atau politikus masa kini."
BACA JUGA: Warga Australia ini Dikirim untuk Memerangi Kebakaran di Indonesia, tetapi Kini Tidak Bisa Pulang
"Dalam waktu 24 jam pertama, video ini sudah ditonton lebih dari 5.000 (kali). Ini ajaib bener. Berkat kehebatan yang bikin video. Terima kasih banget Mas Lexy Rambadeta (pemilik akun Jakartanicus)."
"Tanpa jasanya, bikin penelitian tahunan kayak begini cuma akan dinikmati 50 atau 60 mahasiswa atau rekan seprofesi," tambah Prof Ariel. Dan di hari keempat setelah rekaman tersebut ditonton lebih dari 30 ribu orang, dia kemudian menulis pertanyaan lebih serius mengenai fenomena tersebut.
Prof Ariel menulis "Ada apa dengan Indonesia?" di laman Facebooknya. "Selama ini saya menduga, saya tahu dikit-dikit tentang Indonesia mutakhir. Tapi buta sejarah masa lampau. Jadi belakangan mulai belajar sejarah," katanya..
"Tapi seminggu ini jadi sadar: ternyata saya juga kurang paham Indonesia masa kini. Ada teman nanya bagaimana menjelaskan sambutan hangat publik hari ini, pada sebuah rekaman video dari sebuah ceramah serius di sebuah kampus 'angker'?" ujarnya.
"Baru 4 hari dipasang, jumlah peminatnya puluhan ribu! Aku bengong dan gagal paham," demikian ditambahkan. "Jadi ada apa dengan Indonesia mutakhir? Ada yang bisa bantu menjelaskan?" tukas Prof Ariel lagi. Perlu penelitian lebih serius
Dalam perbincangan lewat email dengan wartawan ABC Sastra Wijaya hari Senin di tengah kesibukannya mempersiapkan simposium mengenai Indonesia di Monash University yang antara lain dihadiri oleh Profesor Krishna Sen dari Universitas Western Australia,
Prof Ariel mengaku belum juga menemukan jawaban mengapa video itu menjadi 'viral'. "Saya masih juga bingung, seperti juga banyak teman yang lain. Professor Krishna Sen dari University of Western Australia yang malam tadi menjadi pembicara kunci dalam konperensi kami di kampus Caulfield Monash, mengatakan gejala ini sendiri layak diteliti. Apa sih yang membuat video ini begitu populer?" kata wakil direktur di Institut Asia di Monash. Apakah ketertarikan itu disebabkan karena situasi politik di Indonesia saat ini?
"Beberapa teman menduga seperti itu. Tapi mereka juga yakin pasti ini bukan satu-satunya faktor. Sudah ada banyak video lainnya, juga banyak foto atau tulisan lain dengan tema yang menyinggung situasi politik Indonesia saat ini. Tapi tidak disambut semeriah video ini." "Termasuk video ceramah dan tulisan saya yang lainnya." Prof Ariel juga menepis pendapat bahwa video itu ditonton karena berasal dari pakar Indonesia seperti dirinya yang sekarang tinggal di luar negeri, karena kurangnya ilmuwan atau akademisi di Indonesia yang bisa dipercayai sebagai ilmuwan netral saat ini.
"Saya tahu di Indonesia sendiri ada banyak ahli sejarah yang pengetahuannya lebih mendalam dan kaya ketimbang saya yang bukan sejarahwan." "Saya masih bertanya-tanya dan belum paham. Kalau masalahnya saya lebih dipercaya daripada orang lain, mengapa tulisan saya yang lain atau video yang merekam ceramah saya yang lain tidak mendapat sambutan sehangat ini? Jadi bukan soal kepercayaan kepada saya."
"Juga bukan soal isi ceramah. Tapi mungkin kemasan dalam video itu sendiri," ujarnya. Prof Ariel menduga bahwa bahwa rekaman itu banyak ditonton karena kehebatan pemilik akun Jakartanicus menyusun editing dan menciptakan video yang enak ditonton. "Lebih enak ketimbang mendengar langsung ceramah saya yang aslinya," katanya lagi.
Secara umum, dia mengatakan bahwa video itu dianggapnya sebagai kebetulan yang menggembirakan, namun belum sepenuhnya bisa dipahami. "Video 'Historiografi Indonesia yang rasis' itu dibuat secara spontan. Bukan sesuatu yang dipersiapkan dan dirancang khusus. Kalau dirancang secara sengaja, mungkin hasilnya tidak sebagus sekarang," katanya lagi.
BACA ARTIKEL LAINNYA... Parlemen Mengusulkan Agar Syarat Menjadi Penduduk Tetap Australia Dipermudah