Arogan, Satpol PP Dinilai Langgar HAM

Minggu, 15 April 2012 – 17:38 WIB
PONTIANAK - Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI) Kalimantan Barat menyebut aksi pemukulan oknum petugas Satpol PP saat melaksanakan penertiban Pedagang Kaki Lima (PKL) sebagai pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM). PBHI meminta aparat lebih mengedepankan langkah persuasif dengan cara berdialog lebih pantas dibandingkan mengutamakan kekerasan dalam penataan kota.
 
“Pemukulan merupakan sikap arogansi pemerintah kepada masyarakat. Ini sangat kita sayangkan. Seharusnya pemerintah membuka dialog bukan  menertibkan dengan  disertai pemukulan,” ketua Divisi  Advokasi PBHI Kalbar, Toni di Pontianak (JPNN Grup).

Menurut dia dasar pemukulan oknum Satpol PP turut dipertanyakan. Karena korban yang dipukul sempat mempertanyakan perihal surat tugas Pol PP ketika ingin membongkar Lapak PKL di Jalan Alianyang. Hal tersebut memicu timbulnya perbedaan pandangan, hingga korban dipukul.

Toni mengatakan sangat disesalkan jika aksi pembongkaran PKL tanpa disertai surat tugas. Idealnya tugas negara harus dilengkapi bukti tertulis secara resmi. Karena semua berjalan atas aturan. Bukan kesewenang-wenangan dan arogansi. Meski Pol PP mengatasnamakan Pemkot sekalipun.
 
“Kita tidak menghambat Pemkot melakukan penertiban. Justru mendukung langkah pemerintah untuk menata kota. Namun  seyogyanya tidak dilakukan secara arogan. Melainkan melalui dialog secara komprehensif. Pemerintah harus menempatkan pedagang sebagai warga negara yang juga dilindungi UU,” kata Toni.

Karena itu, lanjut Toni, dinilai perlu kearifan Walikota dalam mengatasi persoalan PKL. Bukan sebatas mengeluarkan kebijakan dengan melakukan penertiban. Mengerahkan Pol PP, yang di lapangan justru bertindak arogan. Tetapi menjadi baik bila pemerintah mengajak pedagang berdialog duduk satu meja.

Dia menambahkan, solusi juga harus pemerintah berikan kepada pedagang sebelum digusur. Kearifan dan kebijaksanaan pemimpin sangat diperlukan untuk mengatasi permasalahan yang tengah dihadapi masyarakatnya. Tidak cukup mengerahkan Pol PP dan membongkar lapak dagangan.

Tama, korban pemukulan Satuan Polisi Pamong Praja saat melakukan operasi pembongkaran lapak Pedagang Kaki Lima (PKL) di Jalan Ali Anyang beberapa waktu lalu bersama beberapa rekan aktivias, pada Kamis (12/4) mendatangi Graha Pena Pontianak Post (JPNN Grup).

Kedatangan Tama, bersama beberapa mahasiswa yang tergabung di Front Perjuangan Rakyat (FPR) Kalimantan Barat, adalah untuk menyampaikan tuntutan terhadap pernyataan yang dilontarkan Walikota Pontianak di media cetak, pada Rabu (11/3) terkait insiden pemukulan.

Koordinator Umum (Kordum) FPR Kalbar, Ali Nafiya, mengatakan, ada beberapa pernyataan yang dikeluarkan oleh Walikota Pontianak, Sutarmidji yang perlu diklarifikasi diantaranya Walikota Pontianak mendukung upaya penertiban yang dilakukan oleh Pol PP sudah sesuai dengan prosedur dan membenarkan pernyataan bahwa korban kekerasan (Bara Pratama) terluka akibat jatuh terdorong dan membentur batako di lokasi kejadian.

Walikota beranggapan bahwa apa yang dilakukan mahasiswa dalam FPR adalah sebuah tindakan yang dalam istilahnya “Sok jadi Pahlawan”,.

Ditambahkan, ini membuktikan bahwa walikota beranggapan apa yang dilakukan organisasi mahasiswa yang tergabung di FPR dengan sistem kerja advokasi dan pendampingan, baik yang dilakukan secara terorganisir maupun yang dilakukan spontanitas adalah sesuatu yang salah. “Pernyataan Sok Jadi Pahlawan oleh pak Walikota adalah pernyataan yang tidak sepantasnya terlontar dari mulut seorang pemimpin,” tegas Ali Nafiya

Ia menambahkan, Ada pernyataan yang “berbau rasis” yang dilontarkan oleh salah seorang oknum Satpol PP yang berinisal SAB, dan tentunya  hal ini harus mendapat tekanan dan pertanyaan dari masyarakat karena tugas utamanya Satpol PP adalah menegakkan Perda dan Perwako. Bahwa kalau hal ini terus dibiarkan maka akan terjadi kejadian-kejadian serupa berikutnya. Bahwa ini juga bisa diartikan semrawutnya pola perekrutan anggota-anggota Satpol PP. “Semangat premanisme, komunitas dan rasisme ini sangat membahyakan iklim keamanan di Kota Pontianak,” ucap Ali

Oleh sebab itu, pihaknya secara tegas meminta kepada Walikota Pontianak dan Satuan Sat Pol PP untuk mengklarisikasi dan meminta maaf terhdap pernyataan yang selama ini disampaikan. (stm/adg/fuz/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Soal Ujian Mulai Disebar Ke Polsek

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler