Aroma Korupsi di Kawasan Karebosi

Selasa, 04 September 2012 – 03:43 WIB
MAKASSAR - Aroma adanya korupsi terkait komersialisasi lapangan Karebosi. Indikasi dugaan korupsi itu akan muncul jika fakta hukum mengatakan bahwa tidak ada dokumen HPL sebagai alas peralihan pengelolaan, benar adanya. Bila itu terjadi, maka ada permasalahan hukum yang terkait dalam kasus itu.

Baik dengan Tata Usaha Negara, Perdata hingga Tindak Pidana Korupsi. Direktur Makassar Law Institut, Muhammad Hasrul, mengatakan, pengembangan MTC Karebosi oleh  pihak PT Tosan menimbulkan polemik terkait dengan aspek hukum pengelolaan lahan yang dikelola oleh Pemkot Makassar.

Itu berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 17 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Asset Daerah. Jika fakta hukum menyebutkan bahwa tidak ada dokumen hak pengelolaan lahan (HPL) sebagai alas peralihan pengelolaan, maka ada permasalahan hukum di dalamnya. Seperti, terkait dengan Tata Usaha Negara, perdata, sampai dugaan tindak pidana Korupsi.

Sebab, sambung dia, hak pengelolaan lahan merupakan alas hukum untuk mengelola. Dari HPL itu kemudian akan terbit hak guna bangunan (HGB). Hak guna bangunan ini kemudian akan menjadi dasar atau dijadikan dasar untuk melakukan kerjasama. Termasuk kerja sama dengan pihak ketiga untuk mengelola karebosi.

Seandainya, jika kemudian fakta hukumnya menyebutkan hak pengelolaan lahan (HPL) memang tidak ada, maka pastilah itu tidak boleh dikelola. Bahkan dikerjasamakan dengan pihak ketiga sekalipun. Dengan begitu, hal ini justru bisa menimbulkan adanya dugaan tindak pidana korupsi.

Dugaan korupsi timbul bila terdapat unsur, merugikan keuangan negara atau memperkaya diri sendiri dan orang lain. "Kalau kemudian atas kerjasama ini ada yang diuntungkan dan menjadi kaya maka bisa terindikasi korupsilah," paparnya, kepada FAJAR (JPNN Group).

Terpisah, Koordinator Anti Corruption Committee Sulsel, Abdul Muthalib, menambahkan, sejak awal saat masih memimpin LBH Makassar pihaknya telah melihat adanya beberapa penyimpangan dalam proses pembangunan karebosi. Bahkan, indikasi-indikasi penyimpangan itu dimasukkan dalam gugatan citizen lawsuit yang diajukan ke pangadilan.

Poin-poin yang dimasukkan dalam gugatan itu diantaranya, pihaknya menganggap karebosi merupakan ruang publik. Dikarenakan itu merupakan wilayah publik maka tidak dapat dibatasi (aksesnya). Kedua, terkait dengan syarat. Mulai dari amdal (analisi dampak lingkungan). Termasuk HPL yang tidak ada, dan bebrapa lainnya.

Juga, menolak komersialisasi karebosi. Ditambahkannya, pihaknya melihat itu merupakan dikarenakan Pemkot Makassar melakukan MoU dengan pihak PT Tosan. Gugatan itu bergulir mulai Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi Sulsel. Namun, dalam perjalanannya kalah. Saat ini proses kasasi masih bergulir di Mahkamah Agung.

Nah, sikap kantor Badan Pertanahan Nasional belakangan ini yang akan melakukan pemasangan garis merah di titik nol kilometer itu, menurutnya, terkesan sok jadi pahlawan. Kenapa - Awal permasalahan ini mencuat, dan gencarnya perlawanan komersialisasi karebosi dengan berbagai penyimpangan di dalamnya, tidak satupun yang mendukung.

Prakti yang mendukung waktu itu hanya publik. Kenapa justru sekarang ramai-ramai mau ribut. Bahkan, BPN masu pasang garis merah (tanda status quo) di wilayah itu. "Seandainya BPN jika waktu itu merasa punya kewenangan, seharusnya sudah melakukan langkah (pemasangan garis merah) itu. Kenapa justru diam dan tidak memberikan tanggapan saat dilakukan klarifikasi terkati beredarnya informasi kalau HPL-nya tidak ada," tandasnya.

Terkait dugaan penyimpangan, menurutnya, kalau disebut karebosi bermasalah dalam proses pembangunan itu sudah pasti. "Tidak ada HPL. Waktu itu, kita juga persoalkan sampai amdalnya yang disusun setelah gugatan berproses," tandasnya. Hal senada diungkapkan Wakil Direktur LBH Makassar, Zulkifli.

Ditegaskannya, meski BPN telat mengambil kebijakan, tetapi, paling tidak tindakan Kepala BPN yang baru  ini perlu diapresiasi atas kebijakan yang diambil untuk tidak akan menerbitkan HPL, karena melanggar undang-undang. Tetapi, seharusnya perlu sesegera mungkin untuk mengambil tindakan hukum sesuai kewenangannya agar publik menilai tindakan tersebut serius.

Terkait sikap BPN saat awal-awal proses pembangunan karebosi diributkan, Zulkifli, melihat, kebijakan dan sikap diam yang dilakukan BPN waktu itu sebuah sikap yang salah. Jika waktu itu BPN tegas maka karebosi tidak mungkin direvitalisasi. "Kejaksaan harus menyelidiki. Jangan sampai ada dugaan suap dan gratifikasi atas revitalisasi karebosi," kuncinya. (abg)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Polisi Amankan 22 Warga Papua

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler