Art Basle Hongkong

Jumat, 31 Mei 2013 – 22:11 WIB
DI tepian Tsimshatsui, pelabuhan Hongkong, terdapat bebek plastik berukuran raksasa berwarna kuning terang mengambang di permukaan air. Suasana galeri dan bar dikemas dalam nuansa hitam-hitam, termasuk dandanan para kurator seni, asisten dan kolektor yang kebanyakan dari mereka lebih asik menikmati sampanye Ruinart daripada menyantap makanan yang ada.

Ya, Hongkong Art Season sedang berlangsung tahun ini dengan menggandeng pemilik baru, pameran seni –merupakan yang paling ditunggu di seluruh penjuru – menjadi “killer application” yang akan menghapus sebuah kompetisi.

Digarap oleh penyelenggara pameran seni yang tersohor seantero dunia, The Swiss sang “pemilik” Art Basle, pameran ini pun berganti nama menjadi Art Basle Hongkong.

Sebagai penggemar lama seni rupa kontemporer Indonesia sejak lebih dari dua puluh tahun lalu, saya mengamati industri ini telah berkembang pesat. Art Basle Hongkong dan pembukaan pertunjukan Indonesian Pavilion di Biannale Venice minggu depan sekali lagi memperlihatkan kemampuan yang luar biasa dimiliki oleh komunitas seni Indonesia.

Tentu saja, selama bertahun-tahun saya sudah menikmati karya-karya Nyoman Masriadi, Agus Suwage, Mella Jaarsman, Eko Nugroho dan Nasirun – meskipun sebagian besar karya-karya mereka terbeli saat harganya tak lagi setara dengan sedan Mercedes!

Namun ketika banyak pihak, mulai dari Financial Times, the New York Times, tak ketinggalan media khusus seni seperti Art in Asia Pasific, the Art Newspaper dan Art in Auction menuliskan bahwa pasar seni di negara ini sedang booming, saya kira saya harus duduk dan lebih mempelajari akan hal ini. Terutama sejak Art Basle Hongkong menjadi ajang yang menarik perhatian dunia dan  berhasil menarik perhation  konglomerat Rusia Roman Abramovic, super model Kate Moss dan dealer karya seni milyuner seperti Larry Gagosian. Ya, Saya harus mencantumkan beberapa artis juga hadir disana.

Cukuplah untuk dikatakan bahwa karya Masriadi (yang salah satu lukisannya saya miliki) terbilang memuaskan. Setidaknya secara finansial – sebagai salah satu lukisan yang spektakuler ia menampilkan gambar ikan hiu melompat keluar dari komputer berperangkat lunak Windows. Sempat memusingkan saya karena mencapai nilai Rp 9.1 milliar dalam lelang Christie yang diadakan bersamaan dengan pameran seni Art Basle Hongkong.

Namun, karya yang paling menarik tidak melulu dari yang paling mahal. Tentu, karya-karya dari pekerja seni Indonesia sangat bervariasi – mulai dari Melati Suryodarmo, seniman kelahiran Solo (ia pernah meniadakan matras dalam pertunjukan karyanya karena alasan keamanan), hingga Alfi Jumaldi salah satu seniman kelahiran Sumatera Barat, dan penggiat Kelompok Seni Jendela yang memiliki banyak karya seni favorit saya, Entang Wiharso.

Saya memang tidak pernah bertemu langsung dengan Entang namun saya sudah lama mengikuti (dan membeli) karyanya – terutama ketika ia “meletakkan” kuas catnya dan mulai mengeksplorasi potensi seni patung dan relief.

Patung-patung karya Entang terbilang sukses pada level yang tidak bisa disamakan satu dengan lainnya. Karya pahatannya mengingatkan saya pada ‘wayang’ tradisional. Kesan tajam, dinamis dan hidup memunculkan unsur Jawa pada karya-karyanya.

Di sisi lain, Entang juga memasukkan nuansa yang bersifat autobiografi, lebih personal dengan mengintegrasikan sisi dirinya, istrinya yang berkebangsaan Amerika dan dua anaknya ke sejumlah karya patung-patungnya.

Selain perpaduan yang tidak biasa antara seni kerakyatan dari Jawa dan narasi keluarganya, Entang berhasil menyihir dunia yang diciptakan dari akar dunianya sendiri. Saya tidak bisa berkata-kata lagi saking kagumnya dengan apa yang ia gabungkan yaitu pahatan dan tanaman yang aneh seakan dari dunia lain atau zaman akhir sci-fi, monster Jawa sedang mengandung yang merayap di dinding.

Ada beberapa karya Entang yang dipajang di pameran tersebut, saya membeli dinding grafiti dua sisi yang luar biasa (tidak kelihatan seperti ‘gebyok’ Jawa, tapi tanpa pintu) dari Galeri Canna, kelak ini akan menjadi ikon karya seni Indonesia di masa depan.

Seni kontemporer Indonesia sangat istimewa tetapi tidak bisa dipungkiri bahwa potensi seni  karya dari Filipina dan Thailand juga sama kuatnya. Masing-masing mencerminkan persoalan yang berbeda yang diangkat dari masyarakat mereka.

Banyak dari pengunjung keturunan Hongkong yang bersinggungan dengan bisnis seni, saya menemukan bahwa seni sebenarnya ingin mengatakan bahwa kita penduduk Asia Tenggara tengah menjalani hidup di pusaran periode besar ekonomi, dan perubahan sosial dan politik.

Keglamoran pembukaan Art Basle Hongkong dan aroma uang tentu menyenangkan, tapi saat semua berakhir, nilai seni adalah yang terpenting dan selama seniman, broker seni, dan kolektor mengingat bahwa komunitas seni rupa Indonesia akan tetap hidup dan bersemangat [***]

BACA ARTIKEL LAINNYA... Perjalanan Mencintai Indonesia

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler