jpnn.com, JAKARTA - Kebijakan larangan mudik Lebaran yang akan berakhir pada Senin (17/5), ternyata tak cukup ampuh meredam animo warga pulang ke kampung halamannya.
Relawan Kesehatan Indonesia atau Rekan Indonesia mencatat, sebanyak 467.849 warga DKI Jakarta mudik sebelum masa pelarangan mudik.
BACA JUGA: Ini Cara Pemerintah Tekan Penularan Covid-19 saat Momen Arus Balik
Sedangkan sebanyak 657.873 warga DKI yang mudik saat pemberlakuan larangan mudik sejak 6 Mei-17 Mei 2021. Rekan Indonesia sendiri memperkirakan sebanyak 1,6 juta orang akan membanjiri ibu kota saat arus balik Lebaran 2011.
"Arus balik ini berpotensi membawa dampak ledakan angka positif di DKI Jakarta, jika tidak benar-benar terpantau dengan baik," kata Ketua Nasional Rekan Indonesia, Agung Nugroho melalui siaran persnya, Senin (17/5).
BACA JUGA: Penumpang Kendaraan Arus Balik yang Reaktif Covid-19 Siap-siap Diangkut Petugas
Untuk itulah, Rekan Indonesia mengharapkan Dinas Kesehatan DKI Jakarta untuk serius melakukan pemantauan agar ibu kota terhindar dari ledakan angka positif Covid-19 pasca libur Lebaran.
"Kepala Dinkes jangan hanya pencitraan di depan gubernur, tapi harus mempelototi arus balik pemudik yang berpotensi menaikkan angka positif Covid-19," kata Agung.
BACA JUGA: Ada Perintah Langsung dari Kapolda Metro Jaya Soal Arus Balik
Kekhawatiran Rekan Indonesia ini bukan tanpa alasan. Karena menurut Agung, Dinas Kesehatan DKI selama ini terbukti sangat lemah dalam melakukan sosialisasi kepada masyarakat.
Mulai dari soal pencegahan Covid-19 sampai soal pentingnya vaksinasi Covid-19.
"Padahal dalam hal preventif dan promotif kesehatan itu menjadi tanggung jawab Dinkes DKI sesuai peraturan dan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia," kata Agung.
Selain persoalan sosialisasi, Dinkes DKI juga lemah dalam memerankan fungsi pembinaan dan pengawasan terhadap rumah sakit sesuai amanat UU Rumah Sakit
"Lemahnya sistem rujukan di DKI membuat keluarga pasien diminta oleh RS mencari rujukan sendiri. Ini satu hal yang tidak berkeadilan dalam pelayanan publik," tegas Agung.
Padahal selama ini Dinkes DKI mengklaim memiliki sistem online yang bisa dilihat kebutuhan kamar kosong atau penuh di rumah sakit
"Tapi Dinkes DKI lupa, jika sistem online tersebut juga perlu pengawas di lapangan yang benar-benar dapat memastikan warga dapat dirujuk sesuai kebutuhan fasilitas kesehatan yang dibutuhkannya. Sehingga keluarga pasien tidak keliling DKI hanya untuk mencari kamar kosong, dan selalu dijawab penuh oleh RS," sambungnya.
Agung juga mengingatkan Dinkes DKI fokus dan serius memantau arus balik, jangan sampai hanya membuat gubernur DKI senang tapi di lapangan terjadi ledakan angka Covid-19.
Apalagi ketersediaan alat tes Antigen di puskesmas saat ini terbatas. Dari kebutuhan 400.000 alat tes Antigen untuk antisipasi arus balik pemudik, hanya ada 100.000 alat yang tersedia.
"Jangan sampai jika terjadi ledakan angka Covid-19, lantas Dinkes sibuk untuk menutup-nutupi kasusnya," demikian kata Agung.
Redaktur & Reporter : Adil