Arus Modal Asing Bakal Kembali Masuk

Senin, 22 Juli 2013 – 07:17 WIB
HENGKANGNYA modal asing membuat rupiah terus tertekan. Banyak investor asing yang kembali mengoleksi instrumen berdenominasi mata uang paling dipercaya di jagat ini, dolar AS. Namun, arus modal masuk diperkirakan berangsur kembali ke mandala pasar modal tanah air. 

Chief Economist Bank Mandiri Destry Damayanti memaparkan, sebagai salah satu kekuatan emerging markets, Indonesia masih mampu menarik aliran modal asing. Capital inflow itu tidak hanya berasal dari portofolio, namun juga dalam bentuk foreign direct investment (FDI) yang lebih bersifat jangka panjang serta utang luar negeri swasta.

"Aliran modal asing yang masuk dalam bentuk portofolio rupanya mulai mengalami peningkatan meski sedikit-sedikit. Kondisi itu justru bagus dan mengindikasikan pasar modal kita sehat. Dibandingkan aliran modal besar dan saat keluar membuat limbung," terangnya.

Destry menunjukkan, capital inflow yang terjadi di pasar portofolio dalam bentuk surat utang atau obligasi terus meningkat. Tercatat, rata-rata pembelian obligasi oleh asing sepanjang tahun ini mencapai Rp 2,05 triliun setiap bulan. Capaian itu lebih dari separo total pembelian obligasi asing pada 2012 yang sebesar Rp 3,97 triliun per bulan.

"Net buy (beli bersih) asing di pasar saham rata-rata memang minus Rp 680 miliar per bulan. Namun, saat ini IHSG mulai rally kembali. Ini sinyal yang baik. Artinya, ada dana masuk," katanya.

Tak hanya itu, sentimen positif terhadap pasar portofolio juga diprediksi terus berlangsung. Terutama pascapidato Chairman The Fed Ben Bernanke yang bakal memperpanjang pembelian obligasi AS atau melanjutkan stimulus moneternya. Karena itu, pihaknya memproyeksikan pertumbuhan pasar portofolio tetap positif hingga akhir tahun ini.

"Dibandingkan stock market negara lain, Indonesia masih menjanjikan return yang lebih tinggi. Begitu pula yield dari obligasi," jelasnya.

Merujuk data Bloomberg per 16 Juli 2013, pertumbuhan pasar saham Indonesia mencapai 7,2 persen jika dibandingkan dengan awal tahun ini (year to date/ytd).

Indonesia hanya kalah oleh Filipina dengan pertumbuhan 13,3 persen ytd dan bursa AS yang tumbuh 19,7 persen ytd. Sebaliknya, pertumbuhan bursa Indonesia jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan bursa Thailand yang tumbuh 4 persen dan India sebesar 2,1 persen. Bahkan, lebih tinggi daripada Malaysia yang hanya tumbuh 6,2 persen.

Namun sebaliknya, Senior Research PT HDX Capital Yuganur Wijanarko memaparkan, depresiasi rupiah ke posisi Rp 10.190 per USD serta proyeksi 12 bulan ke depan bakal bergerak di kisaran Rp 10.475 per USD akan memicu aksi jual.

"Kalau depresiasi masih berlanjut, pelaku pasar bakal cenderung melakukan aksi jual dan IHSG akan turun ke level 4.636"4.475. Karena itu, investor diharapkan melakukan trading dengan hati-hati dan memberlakukan disiplin cut loss," tandasnya. (gal/c11/sof)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Dahlan Iskan: Niat Yusuf Mansur Sangat Mulia

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler