Ary Zulfikar Ungkap Potensi dan Tantangan UMKM di 2024, Tembus Pasar Ekspor!

Minggu, 07 Januari 2024 – 17:00 WIB
Para pembicara dalam seminar bisnis awal tahun besutan PBA bersama RamTV secara daring baru-baru ini. Foto tangkapan layar zoom

jpnn.com, JAKARTA - Ketua Umum Perkumpulan Bumi Alumni (PBA) Ary Zulfikar optimistis Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) akan menembus pasar ekspor. Dia juga yakin dengan pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini.

Ary menyampaikan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia cukup menggembirakan pada 2023, meski di tengah ketidakpastian yang masih dirasakan oleh negara-negara Eropa dan Amerika akibat pascapandemi.

BACA JUGA: Brand Minyak Telon Ini Makin Harum Lewat UMKM EXPO(RT) BRILIANPRENEUR

"Indonesia berhasil mencapai pertumbuhan ekonomi sebesar 5 persen,” ujar Ary saat menjadi pembicara dalam seminar bisnis awal tahun besutan PBA bersama RamTV secara daring baru-baru ini.

Menurut pria yang akrab disapa Azoo, pertumbuhan ekonomi ini turut disumbangkan oleh sektor UMKM yang berkontribusi terhadap pembentukan PDB mencapai 61,1 persen per tahun.

BACA JUGA: CPNS 2024 & PPPK: Bambang Minta Honorer Administrasi dan Tendik Masuk Prioritas

Meskipun sempat mengalami penurunan, lanjut Azoo, UMKM tetap bertahan dan menerima berbagai kebijakan untuk mempermudah operasional mereka selama masa pandemi.

Azoo lantas menyoroti perbandingan angka UMKM di Indonesia yang secara statistik memiliki nilai terbesar di Asia Tenggara.

BACA JUGA: Honorer jadi PPPK 2023: Sisa Guru P1 Sudah Tuntas, Masuk Pemberkasan, Alhamdulillah

"Potensi UMKM kita sangat besar, unggul di antara negara-negara sejenis, seperti Thailand, Malaysia, dan Filipina," ungkap direktur Eksekutif Hukum Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) tersebut. 

Kendati demikian, dia menitikberatkan perhatian pada tantangan utama yang dihadapi pelaku UMKM, terutama terkait dengan permodalan dan pemasaran.

Dalam konteks permodalan UMKM, dia menilai informasi mengenai sumber pendanaan usaha sangat minim di kalangan pelaku UMKM.

Selain itu, syarat kredit bank, yang dinilai memiliki mekanisme credit scoring kurang mengakomodasi business cycle dari UMKM, juga menjadi kendala.

Azoo menuturkan literasi keuangan yang minim di kalangan pelaku UMKM turut memengaruhi penilaian lembaga keuangan terhadap kelayakan kredit, seperti kurangnya perhatian pada laporan keuangan dan pencampuran keuangan pribadi dengan usaha.

“Mekanisme penilaian kredit biasanya pasti akan melihat laporan keuangan. Persoalannya adalah banyak dari pelaku UMKM, terutama yang beroperasi di sektor mikro, kurang memahami bagaimana mengelola keuangan dengan baik, sehingga tidak ada data atau riwayat transaksi yang memadai," tuturnya.

Inilah yang perlu dipelajari oleh pelaku UMKM, yaitu bagaimana mengelola penerimaan dengan baik dan memisahkan keuangan usaha dari pribadi, sambung Azoo.

Survei Bank Indonesia mengindikasikan bahwa masalah akses ke permodalan masih signifikan, di mana 69,5 persen UMKM belum mendapatkan kredit dari bank atau lembaga keuangan lainnya.

Menurut Azoo, hal itu menyebabkan kesenjangan UMKM di Indonesia yang mencapai Rp 1.605 triliun.

Tantangan UMKM selanjutnya adalah terkait pemasaran produk. Azoo menyadari bahwa UMKM membutuhkan merek yang kuat melalui pemasaran. Namun, biaya promosi yang tinggi menjadi kendala utama.

Oleh karena itu, dia mendorong pelaku UMKM untuk memanfaatkan marketplace dalam dunia digital.

Untuk memperluas skala pemasaran ke tingkat global, Azoo mengatakan pemilihan marketplace yang tepat dapat membantu usaha tumbuh lebih baik.

Dia menyarankan agar pelaku UMKM memilih marketplace yang tidak hanya terbuka dan dapat diakses oleh pasar lokal, tetapi juga pasar internasional.

“Jika ingin menyasar ke Korea Selatan, kita disarankan untuk memasarkan produk tidak hanya di Tokopedia yang beroperasi di Indonesia. Begitu juga jika  ingin masuk ke pasar di Jepang, Malaysia, Singapura, dan negara lainnya," tutur Azoo.

Pelaku UMKM perlu mempelajari cara memasarkan produknya di marketplace negara-negara tersebut, seperti Shopee yang memiliki basis operasi di berbagai negara dan menawarkan program go ekspor, lanjutnya.

Cucuk Sumardiono, founder Sinergi Sejuta UMKM (SSU) dan CEO RAMtivi dalam seminar ini juga menyampaikan program yang selama ini digagas olehnya, yaitu Sinergi Sejuta UMKM yang dibentuk sejak 2018. Salah satu kegiatannya yaitu melakukan pendampingan dan pemberdayaan UMKM di seluruh Indonesia. Dan hingga hari ini tercatat ada 16 ribu lebih yang tergabung dalam kegiatan program, yang aktif berjualan itu ada 6.000an.

Kebetulan mereka beberapa bulan terakhir ini melakukan edukasi #JanganTakut ekspor. Hingga hari ini sudah kelas ke-3 yang jumlahnya 650-an orang. Mengambil nama #JanganTakutEkspor, Cucuk Sumardiono berharap agar UMKM berani melangkah menuju ekspor.

"Semoga ke depan bisa berkolaborasi terutama dengan jejaring PBA yang pernah berhasil di Malaysia, menjalin kerjasama dengan Korea Selatan, bahkan Kang Azoo sebagai ambassador bisa membawa ke San Marino," ucap Cucuk Sumardiono.

Sementara itu, pegiat UMKM, pemerhati koperasi, Dewi Tenty, yang juga ketua bidang hubungan antarlembaga PBA menyorot tentang kemudahan berusaha salah satunya dengan dibolehkan membuat PT perorangan sebagaimana diatur dalam UU Cipta Kerja.

Selain itu, dia juga memberikan sebuah fakta menarik yang bisa ditangkap oleh UMKM sebagai peluang yaitu tentang ditetapkannya bawang goreng sebagai bumbu terenak di dunia versi Taste Atlas. 

"Agar produk lebih menarik, penting  membuat narasi produknya karena konsumen bisa mengetahui hal-hal unik yang terjadi dalam proses terciptanya produk," pungkas Dewi Tenty. (esy/jpnn.com)


Redaktur : M. Fathra Nazrul Islam
Reporter : Mesyia Muhammad

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler