Di Libya, menyusul tewasnya Duta Besar J. Christopher Stevens dan tiga stafnya karena mobil yang mereka tumpangi dirudal di Benghazi, The Independent kemarin melaporkan, AS meresponsnya dengan mengirim Marinir dan kapal Angkatan Laut. Sebanyak 50 Marinir juga ditugasi menjaga Kedubes AS di Tripoli. Seluruh staf telah diperintah untuk mengungsi.
Presiden Interim Libya Mohammed Magarief kemarin menyampaikan maaf atas apa yang disebutnya sebagai "pembunuhan oleh pengecut". Dia juga berjanji menyeret siapa saja yang terlibat ke dalam proses hukum.
Hingga kemarin, pemerintah Libya dan AS belum bisa memastikan siapa atau kelompok mana yang terlibat dalam penyerangan Dubes Stevens. Bahkan juga belum bisa ditentukan apakah serangan itu sekadar demonstrasi yang memanas hingga akhirnya tidak terkontrol atau memang sudah diskenariokan oleh kelompok militan tertentu.
Bentrokan antara demonstran dan petugas keamanan yang mengawal Kedubes AS di Kairo, Mesir, juga masih terjadi kemarin yang merupakan hari ketiga demonstrasi. Presiden Mohamed Morsi yang sedang berkunjung ke Brussels, Belgia, pun meminta para demonstran untuk menghentikan aksi kekerasan.
Politikus Ikhwanul Muslimin itu menyatakan mendukung demonstrasi yang berlangsung damai. Namun, segala bentuk serangan kepada staf dan misi diplomatik tidak akan ditoleransi.
"Nabi Muhammad mengajarkan kepada kita agar menghormati sesama manusia," kata Morsi seperti dikutip Bloomberg. "Namun, juga perlu diingat oleh semua pihak, bagi semua muslim, Nabi Muhammad dan kesucian Islam adalah garis yang tidak boleh dilanggar oleh siapa saja."
Di Sana"a, Yaman, Kedubes AS yang berpenjagaan ketat diserbu demonstran yang meneriakkan "Matilah Amerika". Mereka sempat memanjat pagar terluar dan berupaya membakar gedung kedubes sebelum dihalau petugas keamanan.
Suara tembakan terdengar setelah petugas keamanan berusaha menghalau mereka dengan menembakkan senapan ke udara dan menggunakan meriam air. Demonstran juga membakar bendera AS dan dua kendaraan di kompleks kedutaan.
Pejabat berwenang di Yaman mengatakan, ada sejumlah demonstran terluka dan beberapa lain ditangkap. Tetapi, hingga berita ini selesai ditulis, tidak ada laporan korban jiwa atau luka.
"Sekarang semua demonstran sudah pergi dan tidak terdengar lagi tembakan. Tetapi, asap masih terlihat dari kompleks kedutaan," kata Yahya Youseff, warga yang tinggal di seberang Kedubes AS di Sana"a, kepada The New York Times.
Demonstrasi di Sana"a itu berselang beberapa jam setelah tokoh setempat, Abdula Majid Al Zandani, meminta jamaahnya untuk mengikuti apa yang dilakukan warga Libya dan Mesir. Oleh AS, Al Zandani diklaim sebagai mentor Osama bin Laden.
Sehari sebelumnya, peringatan juga dilansir Kedubes AS di Sana"a di situs mereka. Yaitu, tentang kemungkinan terjadinya insiden yang sama seperti di kantor perwakilan diplomatik negeri yang dipimpin Barack Obama tersebut di Libya dan Mesir.
"Kami mengimbau warga AS di Yaman untuk menghindari kerumunan massa, termasuk demonstrasi yang bertujuan damai sekalipun," tulis Kedubes AS di Sana"a di situs resmi mereka.
Serangan ke Kedubes AS di Sana"a itu langsung menuai kecaman keras dari pemerintah Yaman yang disuarakan lewat kedubes mereka di Washington. "Pemerintah Yaman bakal menghormati kewajiban internasional untuk menjamin keamanan para diplomat dan juga akan meningkatkan penjagaan di semua kantor perwakilan negara lain," ujar Mohammed Albasha, juru bicara Kedubes Yaman di Washington, seperti dikutip The New York Times.
Teriakan "Matilah Amerika" juga bergema di depan Kedubes Swiss di Teheran, Iran. AS memang tidak mempunyai hubungan diplomatik dengan negeri yang mayoritas warganya Syiah tersebut. Karena itu, segala kepentingan AS di Iran dilewatkan Kedubes Swiss.
AFP melaporkan, demonstrasi itu diikuti sekitar 500 orang. Tidak ada laporan tindak kekerasan atau vandalisme. Ratusan petugas keamanan diterjunkan untuk menghalau mereka. Staf kedutaan juga telah lebih dulu diungsikan.
Ancaman lebih keras terdengar dari negeri tetangga Iran, Iraq. Asaib Al Haq, kelompok militan Syiah, menyebutkan bahwa film Innocence of Muslims yang diduga diproduksi di California, AS, itu bakal membahayakan seluruh kepentingan negeri yang November mendatang menghelat pemilihan presiden tersebut.
Ancaman tersebut tidak boleh disepelekan. Sebab, Asaib Al Haq punya selarung (rekam jejak) panjang terkait dengan penyerangan kepada warga AS dan negara-negara Barat lain di Iraq. (c1/ttg)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Duta Besar AS Tewas Dirudal
Redaktur : Tim Redaksi