jpnn.com - Zeid Ra'ad Al Hussein segera mengakhiri jabatannya sebagai komisioner tinggi HAM PBB. Dia berharap Michelle Bachelet, penggantinya, punya nyali sebesar dirinya. Dengan demikian, Komisi Tinggi HAM PBB tetap lantang memperjuangkan hak-hak rakyat. Termasuk, tidak takut berhadapan dengan Dewan Keamanan (DK) PBB.
Selama menjabat, Hussein menganggap ancaman terbesar bagi komisinya adalah DK PBB. ''Kalau mereka bekerja sama, semua bisa berjalan dengan baik," katanya dalam wawancara dengan Al Jazeera, Selasa (21/8). Tapi, semua akan runyam jika lima negara yang menjadi anggota tetap DK PBB tidak mau bekerja sama.
BACA JUGA: Doktrin Deng untuk Meng Xiang Xi
Pria asal Jordania itu mengatakan bahwa lima negara yang punya hak veto itu terlalu dominan. Akibatnya, nasib PBB pun bergantung mereka.
Di antara lima negara tersebut, Amerika Serikat (AS) serta Rusia dan Tiongkok-lah yang paling sering menggunakan hak veto. Bukan hanya untuk urusan sanksi, melainkan juga kebijakan yang berkaitan dengan HAM. "Saya rasa, sudah waktunya sistem ini ditinjau kembali," ungkapnya.
BACA JUGA: Tercekik, Malaysia Rayu Tiongkok Batalkan Perjanjian Utang
Sampai mendekati masa akhir jabatannya, Hussein adalah diplomat yang vokal. Dia rajin mengkritisi kebijakan AS, Israel, Tiongkok, dan Jordania. Akibatnya, dia sering dikecam.
"Guterres juga pernah meminta saya agar tidak terlalu frontal," ujarnya tentang Sekjen PBB Antonio Guterres. (bil/c17/hep)
BACA JUGA: Sepeda Listrik Buatan Tiongkok Dijual Rp 51 Juta
BACA ARTIKEL LAINNYA... 5 Tahun Program Jalur Sutra, 8 Negara Masuk Jebakan Tiongkok
Redaktur & Reporter : Adil