jpnn.com - WASHINGTON - Presiden Amerika Serikat (AS) Barack Obama berusaha menenangkan Israel setelah kesepakatan soal nuklir dengan Iran.
Sebagaimana dilansir New York Times Minggu (5/4), Obama menyatakan bahwa AS berkomitmen untuk berada di sisi Israel jika Iran berusaha menyerang sekutunya tersebut. Pernyataan itu sekaligus menjawab kritik dari Israel dan anggota kongres dari Partai Republik yang terus bergulir baru-baru ini.
"Yang akan kami lakukan setelah kami menyepakati hal ini (kesepakatan nuklir Iran, Red) adalah mengirimkan pesan yang jelas kepada warga Iran dan seluruh wilayah di sekitarnya. Jika ada siapa pun yang mencoba mengacaukan Israel, Amerika akan ada di sana (membantu Israel, Red)," tegas Obama. Dia menambahkan, AS bakal memastikan bahwa kemampuan militer Israel tetap unggul sehingga bisa menampik serangan di masa depan. Entah itu berasal dari Iran maupun negara-negara lain.
Presiden ke-44 Amerika tersebut menyatakan, Israel memang berhak khawatir terkait dengan masalah kesepakatan nuklir Iran itu. Dia pun mengerti serta memahami Israel. Negara dengan penduduk mayoritas Yahudi tersebut tidak mendapat keuntungan apa pun dari kesepakatan itu. Justru, kemungkinan ancaman terhadap Israel kian tinggi.
Selama ini, Iran memang kerap mengancam untuk menghancurkan Israel. Teheran juga tidak mengakui peristiwa holocaust. Yaitu, peristiwa pembantaian terhadap umat Yahudi oleh Nazi selama perang dunia kedua. Obama menganggap ketakutan Israel akan ancaman dari Iran itu sebagai kegagalannya.
"Saya akan mempertimbangkan kegagalan ini adalah karena saya. Kegagalan mendasar dalam jabatan saya sebagai presiden atau sebagai konsekuensi dari pekerjaan yang telah saya lakukan yang mengakibatkan Israel menjadi lebih rentan," ujarnya.
Meski menegaskan dukungannya kepada Israel, Obama menjelaskan bahwa kesepakatan nuklir Iran harus terjadi. Sebab, itu adalah kesempatan sekali seumur hidup untuk membahas masalah nuklir tersebut di meja perundingan. Keberhasilan negosiasi nuklir Iran itu akan berdampak kepada pengendalian peredaran senjata nuklir di wilayah Timur Tengah. Dalam kerangka besar kesepakatan nuklir Iran yang telah disetujui, Teheran harus mengurangi jumlah sentrifugal nuklirnya dari 19 ribu menjadi hanya 5.060. Pengurangan itu membuat pengayaan nuklir Iran tidak bisa digunakan untuk membuat senjata nuklir.
"Alasan yang lebih penting bagi kami untuk menyepakati ini adalah kami bisa mengetahui apa yang mereka (Iran, Red) lakukan. Untuk jangka waktu yang panjang, kami bisa mencegah mereka memiliki senjata nuklir," terang suami Michelle Robinson Obama itu.
Dukungan senada diungkapkan Senator dari South Carolina Llindsey Graham. Salah seorang kandidat presiden mendatang dari Partai Republik tersebut menegaskan, kesepakatan nuklir Iran saat ini mungkin adalah kesepakatan terbaik yang bisa dilakukan Obama. Dia akan melihat hasil akhir dari kesepakatan itu pada 30 Juni.
Meski Obama telah mendukung Israel secara terbuka, hal tersebut tetap tidak membuat Negeri Yahudi itu tenang. Diwawancarai pada hari yang sama, Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu menegaskan bahwa dirinya sama sekali tidak yakin Iran mengikuti kesepakatan itu.
"Tidak satu sentrifugal pun yang dihancurkan. Tidak ada fasilitas nuklir yang ditutup, termasuk fasilitas bawah tanah yang mereka bangun secara ilegal. Ribuan sentrifugal akan tetap beroperasi untuk memperkaya uranium. Ini adalah kesepakatan yang buruk," ujar Netanyahu dalam wawancara bersama dengan CNN Minggu lalu. (AFP/BBC/CNN/sha/c19/ami/jpnn)
BACA JUGA: Sopir Taksi Ini Temukan Uang Ratusan Juta, Tapi Tetap Dikembalikan ke Pemiliknya
BACA ARTIKEL LAINNYA... Pulang dari Pernikahan Anak Perdana Menteri Malaysia, Heli Jatuh
Redaktur : Tim Redaksi