jpnn.com, JAKARTA - Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Tiongkok Mao Ning menanggapi deklarasi bersama ASEAN-Australia tentang Laut China Selatan dengan menyatakan bahwa situasi di perairan yang dipersengketakan sejumlah negara tersebut secara umum stabil.
"Situasi di Laut China Selatan secara umum stabil. Posisi Tiongkok mengenai masalah Laut China Selatan sangat jelas dan konsisten karena kami akan tetap berkomitmen untuk menangani perselisihan dengan baik melalui dialog dan konsultasi dengan negara-negara terkait," kata Mao Ning saat menyampaikan keterangan kepada media di Beijing, Rabu.
BACA JUGA: Anies: Indonesia Harus Kembali Menjadi Pemimpin ASEAN yang Dominan
Hasil dari KTT ASEAN-Australia pada 6 Maret 2024 adalah deklarasi bersama yang menyebutkan "Kami mendorong semua negara untuk menghindari tindakan sepihak yang membahayakan perdamaian, keamanan dan stabilitas di kawasan. Kami menyadari manfaat menjadikan Laut China Selatan sebagai lautan perdamaian, stabilitas, dan kemakmuran."
Deklarasi itu disampaikan menyusul insiden tabrakan kapal antara penjaga pantai Filipina dan penjaga pantai Tiongkok di perairan dekat karang Ren'ai Jiao Laut China Selatan pada Selasa (5/3) sehingga memicu ketegangan baru.
BACA JUGA: Sepanjang 2023, Pandi Sebut Jumlah Nama Domain .id Memelesat, Tertinggi di ASEAN
Ada empat anggota ASEAN yaitu Filipina, Vietnam, Malaysia, dan Brunei Darussalam yang berselisih dengan Tiongkok dalam urusan klaim di Laut China Selatan.
"Kami ingin bekerja sama dengan negara-negara ASEAN untuk menerapkan Deklarasi Perilaku Para Pihak (DOC) di Laut Cina Selatan secara penuh dan efektif, mengintensifkan konsultasi mengenai kode perilaku di Laut Cina Selatan dan bersama-sama menjaga perdamaian dan stabilitas di kawasan," kata Mao Ning menambahkan.
BACA JUGA: ASEAN Mulai Susun Rencana Strategi MEA 2026-2030, Begini Usulan Indonesia
Mengenai insiden yang terjadi di dekat Ren'ai Jiao pada 5 Maret, Mao Ning mengatakan hal itu terjadi karena Filipina melanggar kedaulatan teritorial serta hak dan kepentingan maritim Tiongkok.
"Tiongkok mengambil tindakan yang diperlukan sesuai dengan hukum. Operasi kami bersifat profesional, terkendali, dapat dibenarkan, dan sah sehingga tanggung jawab atas insiden ini sepenuhnya berada di tangan Filipina," ungkap Mao Ning.
Mao Ning meminta Filipina segera menghentikan pelanggaran dan provokasi di Laut Cina Selatan karena Tiongkok akan terus bersikap tegas menjaga kedaulatannya yang sah sesuai dengan hukum internal dan internasional.
Selain itu, Mao Ning juga meminta Kementerian Luar Negeri AS tidak mengabaikan fakta dan melakukan serangan tidak berdasar terhadap tindakan Tiongkok menyusul pernyataan Juru Bicara Kementerian Luar Negeri AS Matthew Miller yang mengatakan AS mendukung sekutunya Filipina karena kapal Tiongkok melakukan manuver berbahaya dan menembakkan meriam air ke kapal-kapal Filipina.
"Mereka secara sewenang-wenang mengancam Tiongkok dengan menggunakan Perjanjian Pertahanan Bersama AS-Filipina untuk mendukung pelanggaran Filipina.Kami dengan tegas menentangnya karena apa yang disebut sebagai putusan arbitrase mengenai Laut Cina Selatan sepenuhnya ilegal, batal demi hukum," tambah Mao Ning.
Mao Ning juga mengingatkan bahwa persoalan Ren'ai Jiao adalah isu bilateral antara Tiongkok dan Filipina.
"AS atau pihak ketiga mana pun tidak boleh mengeksploitasi masalah ini untuk menyebarkan perselisihan, apalagi melakukan intervensi. Tiongkok mendesak AS untuk tidak menggunakan Filipina sebagai pion untuk mengacaukan Laut Cina Selatan. Filipina juga perlu menahan diri agar tidak dimanipulasi oleh AS," kata Mao Ning.
Tiongkok mengklaim kedaulatan atas hampir seluruh wilayah di Laut China Selatan dengan menyebutnya sebagai kawasan "Nine-Dash Line" yaitu wilayah historis militer Tiongkok yaitu termasuk kawasan karang yang disebut "Nanhai Zhudao" yang terdiri dari Dongsha Qundao, Xisha Qundao, Zhongsha Qundao serta Nansha Qundao dan perairan di sekitarnya.
Pulau karang yang disebut Tiongkok dengan "Ren'ai Jiao" sedangkan oleh Filipina sebagai "Beting Ayungin" adalah bagian dari Kepulauan Spratly yang disengketakan kedua negara, selain juga beberapa negara Asia Tenggara lainnya.
Filipina juga menempatkan kapal perang BRP Sierra Madre sebagai "markas terapung" bagi penjaga pantai Filipina di terumbu karang tersebut sejak 1999 dan rutin memasok logistik kepada penjaga pantainya yang berada di kapal tersebut. (ant/dil/jpnn)
Redaktur & Reporter : M. Adil Syarif