“FTZ BBK juga mempunyai mekanisme insentif tarif bea masuk yang sama, yakni peniadaan bea masuk dan sekaligus pajak dalam rangka impor (PDRI),” ujar Menkeu dalam rapat kerja gabungan antara Komisi VI DPR dengan beberapa menteri untuk membahas kesepakatan Asean-China AFTA di gedung DPR, Rabu (20/1).
Menkeu menyampaikan hal itu guna menanggapi pertanyaan Komisi VI DPR perihal antisipasi yang dilakukan pemerintah agar FTZ BBK bisa bersaing dalam kerangka Asean-China AFTADalam raker yang dipimpin Ketua Komisi VI Airlangga Hartarto itu, hadir pula sejumlah menteri antara lain Menteri Perindustrian MS Hidayat, Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu, Menteri BUMN Mustafa Abubakar dan Menteri Koperasi dan UKM, Sjarif Hassan.
Menanggapi pertanyaan tentang antisipasi pemerintah agar FTZ BBK tetap memiliki daya saing dengan pemberlakuan Asean-China AFTA, Menkeu menegaskan bahwa dari sisi bea masuk FTZ BBK dan AFTA untuk kawasan non-FTZ BBK memiliki dampak yang sama
BACA JUGA: 10 BUMN Disiapkan Bersaing di Pasar Internasional
Sebab, keduanya sama-sama meniadakan bea masuk.Karenanya Menkeu tetap optimis pengusaha di BBK bakal dapat bersaing dengan fasilitas yang ada
Komisi VI DPR juga sempat menanyakan persoalan tentang tidak sinkronnya pelaksanaan FTZ di Batam terutama tentang pemberlakuan masterlist
BACA JUGA: PLN Targetkan PLTU Skala Kecil di 90 Lokasi
Berdasarkan hasil kunungan kerja Komisi VI DPR ke Batam beberapa waktu lalu,para pengusaha di Batam memang mengeluhkan masalah masterlist.Terkait hal ini Menkeu menjelaskan, pihaknya sudah mengakomodasi keberatan para pelaku usaha di Batam
Masterlist, lanjutnya, merupakan isntrumen yang diperlukan untuk mengetahui data riil impor dan ekspor di FTZ Batam
BACA JUGA: Pemda Diminta Siapkan Lahan untuk Perumahan
“Data tersebut sangat penting untuk statistik perdagangan, pengawasan, evaluasi kinerja FTZ BBK dan bahan negosiasi dengan negara tetangga dalam rangka kerja sama perdagangan bilateral/regional,” tandasnya.Meski demikian Menkeu juga menegaskan, penerapan penggunaan masterlist telah dievaluasi melalui revisi Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 47 tahun 2009“Penggunaan masterlist telah disesuaikan dengan concern masyarakat usaha yang menginginkan penyedehanaan prosedur,” tandasnya.
Di hadapan Komisi VI DPR, Menkeu menyebutkan pula bahwa dirinya telah menerbitkan PMK 240, PMK 241 dan PMK 242 tahun 2009 yang merupakan revisi atas PMK 45, PMK 46 dan PMK 46 tahun 2009 untuk mengakomodasi masyarakat usaaha FTZ BBK.
“Dengan terbitnya tiga PMK bari itu, diharapkan permasalahan teknis di lapangan dapat diselesaikan dan kepentingan semua pihak baik pemerintah maupun masyarakat usaha dapat diakomodasi,” tandasnya.
Sementara Ketua Komisi VI DPR Airlangga Hartarto menyatakan, dengan pemberlakukan Asean-China AFTA maka pemerintah harus segera memperketat pengawasan terhadap sejumlah pelabuhan impor guna mengantisipasi masuknya barang-barang selundupan ke dalam negeriMenurut politisi Golkar itu, jangan sampai barang selundupan yang lolos merusak pasar dalam negeri.
"Pemerintah harus secepatnya melakukan pre-emptive, melalui pengetatan sejumlah pelabuhan impor guna mengantisipasi masuknya barang selundupan yang dapat merusak pasar dalam negeri," kata Airlangga.(ara/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... DPR Kecewa Soal Renegosiasi ACFTA
Redaktur : Tim Redaksi