jpnn.com, SEOUL - Kepala keuangan dari Perhimpunan Bangsa-bangsa Asia Tenggara (ASEAN) plus Jepang, China, dan Korea Selatan, Selasa, sepakat tentang perlunya waspada di tengah kesengsaraan bank Amerika Serikat (AS) dan Eropa meski ada limpahan langsung "terbatas" sejauh ini.
Setelah pertemuan di Incheon, Korea Selatan, menteri keuangan dan gubernur bank sentral juga mengatakan kondisi keuangan yang ketat, bersamaan dengan kemacetan rantai pasokan dan harga komoditas yang lebih tinggi yang disebabkan oleh perang Rusia di Ukraina, menimbulkan risiko prospek ekonomi di kawasan tersebut.
BACA JUGA: 550 Delegasi Akan Hadiri KTT Asean Summit 2023 di Labuan Bajo, BPOLBF Ajak Masyarakat Lakukan Ini
Kepala keuangan bertemu di sela-sela pertemuan tahunan Asian Development Bank (ADB), tak lama setelah First Republic Bank San Francisco menjadi pemberi pinjaman AS yang gagal.
JPMorgan Chase & Co. datang untuk menyelamatkan, meredakan beberapa kegelisahan pasar atas stabilitas sektor perbankan menyusul keruntuhan Silicon Valley Bank dan Signature Bank.
BACA JUGA: Schneider Electric Sukseskan Ajang ASEAN Youth Dialogue 2023
"Sementara gejolak sektor perbankan baru-baru ini di AS dan Eropa memiliki dampak langsung terbatas untuk wilayah tersebut, pertemuan tersebut menegaskan kembali perlunya untuk tetap waspada," kata pernyataan bersama.
Para kepala keuangan memperkirakan wilayah tersebut akan melihat traksi pertumbuhan pada tahun 2023 sementara inflasi telah "tertahan secara luas" dibandingkan dengan wilayah lain.
BACA JUGA: BMKG Siap Sukseskan KTT ASEAN 2023 di Labuan Bajo
Kenaikan suku bunga yang agresif untuk mengendalikan lonjakan inflasi di negara maju seperti Amerika Serikat dan Eropa telah menimbulkan kekhawatiran tentang perlambatan pertumbuhan global.
Kelompok ASEAN-plus-tiga juga sepakat untuk menjajaki pembiayaan baru dengan mempelajari struktur modal disetor untuk meningkatkan efektivitas jaring pengaman regional, kata pernyataan tersebut.
Jepang telah berusaha untuk meningkatkan prakarsa Chiang Mai, yang diluncurkan setelah krisis keuangan Asia 1997 untuk menyediakan likuiditas pada saat darurat. Tokyo ingin memastikan dana dapat dimobilisasi tepat waktu untuk mengatasi pandemi dan bencana alam di masa depan. (dil/jpnn)
Redaktur & Reporter : M. Adil Syarif