Kesepakatan tersebut dicapai dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ke-21 ASEAN di Phnom Penh, Kamboja, kemarin. KTT itu dihadiri pemimpin dari 10 anggota ASEAN. Yakni, Presiden Benigno Aquino III (Filipina), PM Singapura Lee Hsien Loong, PM Thailand Yingluck Shinawatra, PM Vietnam Nguyen Tan Dung, PM Kamboja Hun Sen, Sultan Hassanal Bolkiah (Brunei Darussalam), Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (Indonesia), PM Laos Thongsing Thammavong, PM Malaysia Najib Razak, dan Presiden Myanmar Thein Sein
ASEAN menyoroti konflik komunal di Myanmar. Selain merenggut 176 nyawa sejak meletus pada Juni lalu, konflik itu memaksa ribuan orang mengungsi karena kehilangan tempat tinggal. Mayoritas di antara mereka adalah etnis Muslim Rohingya. Tak hanya terusir, mereka pun terancam stateless karena tak diakui pemerintah Myanmar sebagai warganya.
"Sebanyak 800 ribu orang saat ini berada dalam kondisi tertekan," ungkap Sekjen ASEAN Surin Pitsuwan kepada pers di sela KTT, Minggu (18/11). "Jika isu tersebut tak ditangani baik dan efektif, bukan mustahil akan ada risiko munculnya radikalisasi dan ekstremisme," lanjutnya.
Dia memerkirakan para pemimpin ASEAN mengangkat isu Myanmar, yang juga menjadi anggota blok negara Asia Tenggara itu, selama pembicaraan bilateral. Para pemimpin ASEAN berkomitmen untuk mereduksi konflik internal guna memuluskan rencana penyatuan zona ekonomi di kawasan pada 2015.
Kerusuhan pecah di Myanmar selama sepekan pada Juni lalu hingga menewaskan sedikitnya 80 orang. Kekerasan kembali terjadi akhir Oktober lalu dan menyebar ke hampir seluruh wilayah di Rakhine. Sejumlah saksi menyatakan bahwa ratusan warga etnis Buddha Rakhine menyerang permukiman dan desa-desa Muslim Rohingya dengan bom molotov, pedang, dan senjata api.
Sekitar 4.700 rumah di 42 desa rusak akibat kekerasan tersebut. Data itu berasal dari laporan resmi pemerintah Myanmar, yang dikompilasi sejumlah lembaga PBB. Investigasi yang dilakukan Reuters menunjukkan adanya serangan terorganisasi oleh kelompok nasionalis Rakhine yang terkait dengan partai politik berkuasa di sana. Selain itu, ada indikasi bahwa serangan terorganisasi terjadi akibat hasutan biksu Buddha. Sebagian saksi lain juga menyebut bahwa aparat keamanan setempat ikut menyulut serangan terhadap etnis Muslim Rohingya.
Data statistik resmi menyebutkan, lebih dari 97 persen di antara 36.394 orang yang mengungsi untuk menghindari kekerasan terbaru di sana adalah warga Muslim. Sebagian besar di antara mereka kini tinggal di tempat pengungsian, dan bergabung dengan 75 ribu pengungsi lainnya (terutama Rohingya) yang lebih dulu tiba pada Juni lalu.
Warga Muslim lain memilih untuk menyeberangi lautan menuju wilayah Bangladesh, Thailand, maupun Malaysia dengan menggunakan perahu reyot. Dua perahu dilaporkan tenggelam dengan mengangkut sekitar 150 orang saat akan menuju Malaysia.
Presiden Myanmar Thein Sein menyalahkan kelompok nasionalis dan ekstrem religius dalam kekerasan di wilayah Rakhine. Namun, dia juga menuai kritik karena dianggap gagal memberikan solusi dalam permasalahan tersebut.
Presiden AS Barack Obama diperkirakan mengangkat pula isu itu saat bertemu Thein Shein hari ini (19/11). Obama mengunjungi Myanmar pada hari kedua lawatannya ke Asia Tenggara setelah tiba di Thailand kemarin (18/11).
"Dalam pembahasan tentang reformasi demokrasi, kami sangat prihatin tentang konflik etnis di Burma (nama lain Myanmar) yang terus berlanjut," kata Ben Rhodes, deputi Penasihan Keamanan Nasional Obama, kepada pers dalam pesawat kepresidenan Air Force One saat menuju Thailand kemarin. "Saya rasa presiden (Obama) akan menekankan perlunya rekonsiliasi nasional sebagai bagian dari transisi demokrasi Burma," tambahnya. (RTR/cak/dwi)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Pesawat Take-off Tabrak Truk, 3 Tewas
Redaktur : Tim Redaksi