Ashitaba, Seledri Jepang yang Tumbuh Subur di Mojokerto

Daun, Akar hingga Getahnya Laku Dijual

Selasa, 28 Januari 2014 – 05:40 WIB

jpnn.com - Warga Kecamatan Trawas sukses membudidayakan ashitaba secara organik. Tanaman kaya antioksidan dari Jepang itu diolah sebagai sediaan farmasi dengan berbagai khasiat.

Mardiansyah Triraharjo, Mojokerto

BACA JUGA: Butuh Lima Kali Percobaan Untuk Hasil Sempurna

SEKILAS, ashitaba mirip seledri. Tanaman herbal asal Negeri Sakura itu kini terhampar menghijau di lereng Gunung Welirang. Kustari, 55, salah seorang petani Desa Ketapanrame, Kecamatan Trawas, yang ikut membudidayakan tanaman ashitaba, menyatakan, ashitaba disebut masyarakat dengan nama seledri Jepang. Maklum saja. Sebab, daun ashitaba memang mirip sekali dengan sayuran seledri yang biasa dikonsumsi warga.

"Tanaman ini dibawa ke Trawas oleh orang Jepang pada tahun 2000 dan awalnya hanya untuk penelitian," ungkapnya saat ditemui di lahan ashitaba.

BACA JUGA: Tiga Bulan Bisa Keliling Eropa tanpa Biaya

Karena belum kenal dengan jenis tanaman ini, warga Desa Ketapanrame enggan untuk menanamnya. "Namun, karena orang Jepang itu bilang kalau ashitaba memiliki khasiat, warga akhirnya mau untuk menanam," imbuhnya.

Kini hampir separo petani di desa tersebut menanam ashitaba dengan memanfaatkan lereng Gunung Welirang sebagai lahannya. "Petani ditawari orang Jepang untuk menanam ashitaba di Trawas. Alasannya, orang Jepang suka dengan udara dan tanah di sini, masih bersih dan belum terkontaminasi zat kimia apa pun," lanjut Pak Kus, sapaan akrab Kustari di kalangan petani as­hitaba.

BACA JUGA: Jadi Jujukan Turis Eropa untuk Nostalgia

Sepakat dengan tawaran tersebut, ashitaba akhirnya mulai ditanam dalam jumlah banyak pada 2002. "Ashitaba hasil panen ke­mudian dikirim ke pabrik obat di Ngoro dan produknya kemudian dijual ke Jepang," tambahnya.

Melihat adanya peluang usaha yang menjanjikan, petani akhirnya memperluas lahan untuk ditanami ashitaba. Total, saat ini tanaman herbal yang diyakini bisa jadi obat mengatasi kolesterol, osteoporosis, diabetes, bahkan Alzheimer, maupun kanker, itu ditanam di lahan yang memiliki luas 30 hektare dengan jumlah petani yang lebih dari 100 orang.

Untuk setengah hektare, dalam sekali panen, petani mendapatkan penghasilan bersih sekitar Rp 500 ribu per setengah hektare lahan. Daun ashitaba dijual dengan harga sekitar Rp 1.500 per kilogram. Akar ashitaba dijual dengan harga sekitar Rp 1.000 per kilogram. Paling mahal justru ada pada getah tanaman ini yang harganya antara Rp 300 ribu hingga Rp 500 ribu per kilogram.

Ketika ditanya mengenai manfaat tanaman bernama latin Angelica Keiskei Koidzumi tersebut, Anifah, 50, salah seorang petani, mengatakan, "Ada banyak orang yang datang ke sini untuk mendapatkan ashitaba. Terutama yang mempunyai penyakit darah tinggi."

Selain getah dan akar, daun ashitaba juga bermanfaat. Hanya, menurut Anifah, ada cara khusus yang diterapkan agar ashitaba bisa dikonsumsi sebagai obat hipertensi. (abi/JPNN)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Pamitan Lewat Status BBM, Dikenal Supel


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler