jpnn.com - JAKARTA - Asosiasi Sarjana Hukum Tata Negara (ASHTN) memprotes rencana Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada). Penerbitan Perppu justru akan menimbulkan komplikasi ketatanegaraan yang tidak sederhana.
"Kegentingan yang memaksa seperti apa yang terjadi sehingga Presiden terbitkan Perpu?" kata Peneliti ASHTN Indonesia Afifi Sunardi kepada wartawan di Jakarta, Selasa (30/9).
BACA JUGA: Terbitkan Perppu, SBY Hanya Bikin Publik Makin Bingung
Afifi mengatakan Pasal 22 ayat (1) UUD 1945 memang memberi ruang presiden untuk menerbitkan Perppu. Namun kata dia, ada syarat yang harus dipenuhi.
Syarat yang dimaksud adalah ihwal yang menjadikan kegentingan yang memaksa. "Justru Perpu Pilkada dapat dimaknai sebagai cara Presiden mencari jalan keluar atas persoalan yang menimpa dirinya. Kesan sesuka hati dalam penerbitan Perpu sulit ditampik," tegas Afifi.
BACA JUGA: Jika DPR Tolak Perppu, UU Pilkada Tetap Berlaku
Disebutkan Afifi, dengan penerbitan Perppu justru bisa dianggap sebagai sikap pelecehan terhadap konstitusi karena tak memenuhi syarat. Sebab, norma yang terkandung di konstitusi, sambung dia, tidak bisa digunakan untuk kepentingan pribadi, kelompok dan golongan.
"Konstitusi harus dimaknai sebagai upaya negara untuk memberi perlindungan kepada seluruh tumpah darah, bukan untuk kepentingan pribadi sesuka hati," tegas Afifi.
BACA JUGA: Krisna Mukti Segera Berkantor di DPR
Afifi juga menyoroti rencana SBY yang akan meneken UU Pilkada namun juga akan menerbitkan Perpu Pilkada. "Harap diingat, pengesahan UU Pilkada beberapa waktu lalu merupakan perwujudan persetujuan antara DPR dan Presiden. Bagaimana bisa, presiden telah menyetujui namun di saat bersamaan tidak setuju. Ini sama saja melecehkan DPR," tandasnya. (awa/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Keluarkan Perppu, SBY Tegaskan Bukan Bagian KMP
Redaktur : Tim Redaksi