jpnn.com - JAKARTA- Indeks harga saham gabungan (IHSG) kembali terkoreksi dalam sesi perdagangan Kamis (15/12) kemarin.
Indeks minus 8,45 poin atau 0,16 persen menjadi 5.254.
BACA JUGA: 5 BUMN Sinergi Tangani Angkutan Natal 2016 Tahun Baru 2017
Sebanyak 114 saham naik. Sebanyak 161 saham turun.
Sejumlah 120 saham tidak bergerak.
BACA JUGA: ASDP Kembali Buka Portable e-Ticketing di Rest Area Tol Tangerang-Merak
Sementara itu, sebanyak 178 saham tidak ditransaksikan.
Investor bertransaksi sejumlah Rp 8,12 triliun.
BACA JUGA: Natal dan Tahun Baru, Lion Air Group Siapkan 17.400 Kursi Tambahan
Itu terdiri dari transaksi reguler Rp 4,58 triliun, negosiasi (Rp 3,49 triliun), dan tunai (Rp 44,72 miliar).
Di pasar reguler, investor asing membukukan transaksi jual bersih (net sell) Rp 672,2 miliar.
Sebanyak delapan dari total sepuluh indeks sektoral melemah, dipimpin sektor industri dasar turun 0,86 persen dan infrastruktur turun 0,47 persen.
Beberapa faktor menjadi pemicu melemahnya indeks.
Mulai capital outflow, kenaikan suku bunga bank sentral Amerika Serikat (The Fed), koreksi rupiah dan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) stagnan.
Satu-satunya penyangga indeks adalah neraca perdagangan surplus sepanjang November.
Tetapi, kondisi itu tidak banyak membantu peredaran indeks.
Tekanan tidak hanya dari daratan AS dan Eropa, bursa Asia juga tengah memburuk.
Mayoritas indeks saham Asia terkoreksi. Indeks Hang Seng Hong Kong turun 1,77 persen, Kospi Korsel melemah 0,01 persen, sedang Nikkei225 Jepang terapresiasi 0,10 persen.
Sebagian besar indeks saham Eropa justru menguat sejak pembukaan. Indeks CAC Perancis naik 0,76 persen, DAX Jerman menguat 0,57 persen, sedang FTSE100 Inggris terkoreksi 0,24 persen.
Analis Senior PT Binaartha Sekuritas Reza Priyambada menuturkan, pasar mendapat kepastian menyusul kenaikan suku bunga The Fed.
Karena itu, pelaku pasar merealisasikan keuntungan usai mendapat kepastian sehingga menekan indeks.
Di dalam negeri, investor mendapat kepastian dengan penetapan suku bunga acuan atau 7-days reverse repo rate stagnan di level 4,75 persen.
Ekonom PT Bahana Securities Fakhrul Fulvian menambahkan, suku bunga tetap 4,75 persen mengingat tekanan inflasi pada musim liburan menjelang akhir tahun selalu naik meski lonjakan itu tidak besar.
Meski pasar telah mengharapkan suku bunga the Fed naik, itu tidak memberi ruang BI menurunkan suku bunga.
”Rupiah berfluktuasi setelah the Fed mengangkat suku bunga,” ucapnya. (far/jos/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... 4 Faktor Penentu Sektor Properti Bakal Cerah
Redaktur : Tim Redaksi