jpnn.com, JAKARTA - Ekonom Indef Bhima Yudhistira menilai Indonesia menilai Indonesia mudah didikte pasar.
Salah satu penyebabnya adalah 39 persen kepemilikan surat utang dimiliki asing.
BACA JUGA: Bu Rini Ubah Susunan Direksi Pegadaian
Bhima menambahkan, jumlah utang luar negeri (ULN) terus meningkat, termasuk utang BUMN.
Salah satunya adalah BUMN Karya yang menanjak drastis.
BACA JUGA: Hingga April 2018, PT PP Raih Kontrak Baru Rp 11,3 Triliun
”Namun, sepertinya pemerintah tidak resah. Beda dengan Malaysia, utang yang banyak bikin resah, muncul gerakan bantu bayar utang,” kata Bima akhir pekan kemarin.
Dia menambakan, siapa pun yang menjadi presiden pada 2019 harus mampu mengelola BUMN dan utang-utang.
BACA JUGA: Penjualan Surat Utang Online Hasilkan Rp 652 Miliar
Apalagi, saat ini berkembang fenomenanya BUMN yang kesulitan pendanaan memilih menerbitkan global bond.
Hal itu tidak lepas dari proyek infrastruktur yang membutuhkan dana sekitar Rp 4.000 triliun.
Di sisi lain, kemampuan anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) hanya sepuluh persen. Sisanya swasta dan BUMN.
Akibatnya, BUMN dipaksa meneribitkan surat utang baru. Infrastruktur yang dikerjakan dengan tingkat internal rate of return (IRR) rendah.
Dampak negatifnya, empat BUMN karya yang listing di bursa mengalami cashflow negative.
”Jadi, harus ekstrawaspada,” kata Bhima. (dai)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Mahasiswa Gelar Aksi Desak KPK Jerat Bu Rini
Redaktur & Reporter : Ragil