jpnn.com - JAKARTA - Pengelola dana investasi asing lebih memilih menempatkan dana di instrumen saham dibandingkan instrument lainnya. Tidak heran saat ini aliran dana asing ke bursa saham di Bursa Efek Indonesia (BEI) terus meningkat.
Global Strategist Eastspring Investment, Robert Rountree, mengatakan ada hal yang lebih besar lagi yang perlu diperhatikan investor untuk menentukan pilihan investasi di Indonesia. Apakah ditempatkan pada saham atau obligasi.
BACA JUGA: Indonesia Masuk Kelompok Negara Rentan
Belajar dari pengalaman tahun lalu saat muncul isu tapering off di Amerika Serikat (AS) bahwa volatilitas obligasi akan naik menjelang akhir dari siklus tingkat suku bunga rendah.
Robert berpendapat, saat ini tingkat pengembalian (return) dari investasi obligasi tidak sesuai dengan tingginya tingkat risiko.
BACA JUGA: Harga Tiket KA Sidomukti Turun Rp 10.000
"Maka pilihannya, investor harus mempertimbangkan untuk mengalihkan dana investasinya ke instrument saham yang memiliki dividen tinggi. Risiko mungkin akan lebih tinggi namun potensi returnnya juga akan lebih tinggi," ujarnya dalam Global Local Market Outlook Presentation di Jakarta, kemarin.
Jika investor akan melakukan investasi di pasar obligasi, sebaiknya fokus pada arus kas pendapatannya (kupon bunga) bukan pada keuntungan dari kenaikan harga obligasinya.
Sebab berkaitan dengan kondisi pertumbuhan ekonomi AS yang rendah secara historis mengakibatkan kenaikan tingkat imbal hasil obligasi AS. Volatilitas (fluktuasi) obligasi 2014 akan cenderung naik.
Sebaliknya Robert menilai tahun 2014 merupakan tahun yang menarik dan menjadi titik balik bagi pertumbuhan kinerja pasar saham Indonesia. Sektor yang direkomendasikan Robert pada pasar saham domestik adalah sektor telekomunikasi, konstruksi, konsumsi, dan sektor perdagangan dan jasa.
BACA JUGA: Subsidi Dicabut, Industri Harus Dipermudah Dapatkan Listrik
"Tahun ini titik balik bagi pasar saham Indonesia. Pada saat income story masih berlangsung lama maka penambahan atas saham yang memiliki valuasi menarik dapat membuat posisi dana investasi para investor menjadi lebih baik," yakinnya.
Income story adalah periode pada saat investor lebih mengharapkan hasil investasi yang berasal dari pendapatan reguler seperti dividen saham atau kupon bunga obligasi ketimbang capital gain alias selisih dari kenaikan nilai portofolio.
Namun Robert tetap menyarankan investor memerhatikan beberapa faktor dalam memutuskan investasi di pasar saham. Ada empat faktor yang menjadi perhatian perusahaan manajer investasi yang merupakan bagian dari grup Prudential berbasis di United Kingdom (UK).
Faktor pertama perlu dicermati apakah masih ada efek lanjutan dari income story yang terjadi selama 2012-2013. Kedua, pemulihan ekonomi yang terjadi di negara-negara maju apakah masih akan berlanjut pada tahun ini. Ini penting untuk memberikan justifikasi terhadap valuasi yang tinggi pada saat ini.
Ketiga, kondisi perekonomian Tiongkok, dan faktor terakhir adalah apakah akan terjadi perpindahan alokasi aset dari pasar Asia yang memiliki valuasi mahal namun defensif ke pasar Asia yang memiliki valuasi lebih menarik namun bersifat cyclical (valuasi harga saham murah namun potensi pertumbuhan emiten tinggi) seperti pasar saham Indonesia.
Chief Investment Officer Eastspring Investment Indonesia, Ari Pitojo, mengatakan 2014 merupakan tahun politik bagi Indonesia dan Pemilu tidak hanya memengaruhi kondisi politik namun juga menentukan kebijakan pembangunan ekonomi ke depan. Begitu juga dengan kondisi di pasar keuangan seperti pasar saham dan obligasi.
Secara spesifik, kata Ari, selama periode 2004 dan 2009 yang juga merupakan tahun politik, pasar saham dan obligasi berjalan sesuai mekanisme pasar yang didukung oleh infrastruktur yang memadai.
Selama periode 2004, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mencatakan pertumbuhan sebesar lebih dari 40 persen dan likuiditas terjaga. Pada 2009, IHSG tumbuh lebih dari 76 persen meski likuiditas berkurang akibat krisis 2008.
Kondisi ini tidak dialami oleh pasar obligasi pada periode yang sama. Penyebab utamanya adalah faktor likuiditas. Pada 2004, pasar obligasi belum sepenuhnya menggunakan nilai pasar wajar sebagai pembentukan harga dalam portofolio masing-masing pelaku pasar.
Hal ini menyebabkan belum banyak investor yang tertarik membeli surat utang Negara Indonesia. Akibatnya, para investor asing di pasar obligasi Indonesia masih terbatas.(gen)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Besok, Garuda Indonesia Layani Penerbangan Rute Solo
Redaktur : Tim Redaksi