Kepala Dinas Intelijen Rahasia Australia (ASIS) hadir memberi kesaksian bersejarah di pengadilan tribunal untuk menjelaskan bahwa arsip intelejen terkait Timor Timur (sekarang Timor Leste) Â dan Indonesia belum dapat dirilis karena lembaganya terlalu sibuk.
Dalam apa yang diyakini sebagai kasus pertama dari jenisnya, Direktur Jenderal ASIS Paul Symon hadir dalam Pengadilan Banding Administratif untuk menanggapi permintaan terhadap dokumen berusia 40 tahun yang mencakup didalamnya periode peristiwa pembantaian Balibo.
BACA JUGA: Belanja Titipan Orang China di Australia Mencapai $1 Miliar
Permohonan untuk makalah-makalah yang sangat rahasia ini berasal dari akademisi Clinton Fernandes yang berbasis di Canberra, yang sejak tahun 2014 berusaha untuk mendapatkan akses ke laporan intelijen ASIS tentang pendudukan Indonesia di Timor Timur.
Selama memberikan kesaksian di pengadilan tersebut yang berlangsung sekitar satu jam, Paul Symon ditanyai tentang mengapa butuh waktu berbulan-bulan bagi ASIS untuk menanggapi pertanyaan dari Arsip Nasional.
BACA JUGA: Pulau di Pasifik Berharap Perdamaian dari Dialog Korea Utara - Selatan
Bos ASIS itu menjelaskan bahwa di dunia yang "penuh gangguan " seperti sekarang ini, agensi intelijennya menghadapi banyak tekanan yang penuh persaingan dan ia harus memprioritaskan berbagai tugas dan tantangan bagi stafnya. Photo: Kelima orang korban Peristiwa Balibo: Brian Peters, Malcolm Rennie, Gary Cunningham, Gregory Shackleton, dan Anthony Stewart, tewas terbunuh pada Oktober 1975 (ABC)
BACA JUGA: Dibanjiri Mahasiswa Internasional, Infrastruktur Australia Tidak Siap
Berbicara di luar pengadilan, Paul Symon menolak tudingan kalau lembaganya berusaha merahasiakan apa yang mereka ketahui seputar invasi Indonesia ke Timor Tengah dan kematian lima wartawan Australia di Balibo pada tahun 1975.
"Ini bukan masalah bahwa kami tidak akan merilis dokumen tersebut, tapi kami sedang bekerja melalui sebuah proses dan itulah yang saya bahas di sini dengan pengadilan," kata Paul Symon.
"Sayang sekali kalau hal itu dipahami sebagai kami menahan dokumen tersebut."
Grieg Cunningham, saudara laki-laki dari kamerawan Channel Seven yang dibunuh, Gary Cunningham, mengatakan dia dan kerabat dari korban Balibo lainnya sudah menunggu terlalu lama untuk mengetahui jawaban dari apa yang menimpa saudara mereka. Video: 'It's a joke': Balibo Five relatives frustrated by ASIS secrecy (Indonesian)
"Yang kami butuhkan adalah kebenaran," kata Cunningham kepada ABC.
"Kami tidak mencari keadilan dalam hal pembalasan dendam untuk menggantung orang atau sesuatu seperti itu. Kami hanya ingin diberitahu apa yang terjadi."
"Setelah 43 tahun, kami berhak untuk itu dan saya mengharapkannya".
Tapi Paul Symon mengatakan dia tidak menerima tudingan yang menyatakan organisasinya terlalu lama untuk merilis catatan bersejarah terkait peristiwa itu.
"Proses ini membutuhkan staf saya untuk bekerja melalui catatan itu baris demi baris dan untuk memastikan kami tidak merilis informasi yang merugikan kepentingan nasional kita sendiri, itu menjadi tanggung jawab saya," katanya.
"Ini bukan keinginan untuk menahan, ini adalah keinginan untuk memastikan saya dapat mengelola semua yang diminta Pemerintah dari Dinas Intelijen Rahasia dan menyeimbangkan prioritas-prioritas tersebut terhadap semua masalah administrasi, manajemen, operasional lainnya yang harus saya atasi. "
Simak beritanya dalam Bahasa Inggris disini.Â
BACA ARTIKEL LAINNYA... Pengancam Bom Pesawat Malaysia Mulai Disidangkan di Melbourne