jpnn.com, JAKARTA - Asosiasi Logistik & Forwarder Indonesia (ALFI) meminta agar sertifikasi halal digratiskan. Hal itu agar tidak bertolak belakang dengan keinginan pemerintah menurunkan biaya logistik.
"Jika berbayar apalagi dengan harga yang cukup mahal, itu sama saja dengan memberi beban biaya kepada pengusaha," ujar Ketua Umum DPP ALFI Akbar Djohan, Minggu (8/9).
BACA JUGA: Asosiasi Logistik Dorong Penguatan OP sebagai Regulator
Dia mengatakan beban dari pengusaha logistik dan forwarder saat ini dalam kondisi sangat sulit yang disebabkan adanya isu geopolitik dan lain-lain. Ini ditambah lagi jika harus membayar sertifikasi halal dengan harga yang cukup mahal.
"Jelasnya, ini juga akan menambah beban pengusaha dan bukan untuk meringankan kita,” ujarnya.
BACA JUGA: Asosiasi Logistik dan Perstekstilan Merespons Kabar Maraknya Impor Pakaian Jadi
ALFI pada dasarnya memuji program ini sangat baik dan mendukung sepenuhnya, dengan harapan adanya perbaikan-perbaikan untuk jasa-jasa handling terutama klaster-klaster penanganan kargo halal.
Apalagi, kata dia, Indonesia adalah salah satu negara terbesar populasi muslimnya di dunia.
BACA JUGA: Anies Masih Punya Peluang Maju di Pilkada Jakarta, 4 Partai Ini Bisa Berkoalisi
“Pemerintah seharusnya bukan hanya berangkat dari program sertifikasi halalnya saja, tetapi juga harus membangun ekosistemnya terlebih dahulu. Artinya, ekosistem supply chain halal itu harus dibangun dari end to end, jangan ujug-ujug mewajibkan sertifikasi halal,” ujarnya.
Dia berharap sertifikasi halal ini tidak malah membebani para pengusaha dengan memberikan tambahan biaya logistik yang tinggi. Sebab, pemerintah yang seharusnya bertanggung jawab menyiapkan semua infrastruktur, baik itu hard infrastruktur maupun soft infrastruktur.
"Fungsi pemerintah seharusnya dalam hal ini Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal atau BPJPH bahwa pengusaha sudah memenuhi standar. Bukan sebaliknya memberi beban biaya kepada pengusaha,” imbuhnya.
Menurutnya, penerapan sertifikasi halal ini bisa memicu biaya logistik yang semakin tinggi, sementara pemerintah ingin untuk menurunkan biaya logistik yang terlalu tinggi.
“Ini, kan, malah bertolak belakang jadinya. Akibat naiknya biaya logistik ini, daya saing produk-produk kita akan turun. Padahal, di mana-mana di luar negeri itu pemerintahnya semua yang siapkan sehingga usaha logistiknya maju-maju,” ujarnya.
Dia pun mengingatkan pemerintah agar penerbitan sertifikasi halal ini tidak menjadi carut marut lagi seperti halnya sertifikasi Standar Nasional Indonesia (SNI).
“Jadi, jangan sampai halal logistik ini juga mengulangi lagi hal-hal yang instan seperti itu. Cukup melakukan program-program instan untuk mengumpulkan dana dari penerbitan sertifikat itu,” ungkapnya.
Intinya, ekosistem halal supply chain itu yang harus dibangun, bukan semata sertifikasi. Untuk sertifikasi halal makanan misalnya daging-dagingan atau ayam, menurutnya, pemerintah seharusnya sudah menyiapkan cold storagenya untuk menjaga kualitasnya.
“Namun, apa itu sudah dilakukan? Coba kita lihat ke Muara Angke, nelayan-nelayan di situ swasta semua yang bangun cold storagenya untuk menjaga kualitas ikannya. Pemerintah ada nggak yang membangun? Nggak ada. Contohnya begitu,” ungkapnya.
Di sisi lain, produk berkualitas sesuai penanganan cargo fresh saja pemerintah tidak menyiapkan. Akibatnya, kualitas daripada makanan yang dianggap bisa memberikan gizi kepada generasi muda itu jauh dari harapan.
“Jadi, program sertifikasi halal ini seperti dipaksakan jalan, padahal tanpa adanya kajian terlebih dahulu,” tutupnya. (esy/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... YA Sebar 59 Video Porno Anak dan Orang Dewas Lewat Telegram
Redaktur : Rah Mahatma Sakti
Reporter : Mesyia Muhammad