Asosiasi Pengusaha Karaoke Keluarga Minta Pajak Diturunkan

Jumat, 25 Agustus 2017 – 17:15 WIB
Ilustrasi ruang karaoke. Foto: YouTube

jpnn.com, SURABAYA - Para pengusaha karaoke keluarga yang tergabung dalam Asosiasi Pengusaha Rumah Bernyanyi Keluarga Indonesia (Aperki) di Surabaya meminta agar pajak untuk mereka diturunkan.

Permintaan tersebut disampaikan dalam hearing di Komisi A DPRD Surabaya kemarin.

BACA JUGA: Pajak Hiburan Bisa Turun Rp 35 Miliar, Bagaimana Pendapatan Daerah?

Dalam pertemuan sebelumnya, pajak hiburan malam dipastikan tidak turun. Pajak kelab malam, panti pijat, karaoke dewasa, dan diskotek tetap 50 persen.

Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan (DPPK) Surabaya sudah membuat kajian. Usulan penurunan pajak dianggap tidak relevan.

Nah, Aperki berharap karaoke keluarga tidak disamakan dengan karaoke dewasa.

Mereka meminta pajak karaoke keluarga diturunkan. Mumpung pansus pajak daerah belum menggedok raperda tersebut.

Ketua Umum Aperki Santoso Setyadji datang langsung pada rapat pansus itu.

Dia mengusulkan agar pajak karaoke keluarga diturunkan menjadi 10 persen.

Saat ini tarif pajak karaoke keluarga dipatok 35 persen. Dia tidak mempermasalahkan jika tarif karaoke dewasa tetap tinggi.

"Kalau karaoke dewasa bukan kewenangan saya untuk berkomentar," jelas bos Happy Puppy itu.

Santoso menginginkan pajak karaoke keluarga disamakan dengan besaran bioskop. Hanya 10 persen.

Alasannya, dua jenis usaha itu sama-sama ditarik royalti. Karaoke keluarga ditarik royalti atas lagu yang dinyanyikan pengunjung.

Sementara itu, bioskop membayar royalti untuk film yang diputar.

Berdasar data Aperki, 80 persen lagu yang dinyanyikan di karaoke keluarga adalah karya dalam negeri.

Karena itu, royalti yang dibayarkan kembali kepada para artis dalam negeri.

Nah, Santoso menganggap royalti yang dibayarkan ke bioskop sebagian besar disumbangkan ke luar negeri.

"Ini kan jelas tidak adil. Kenapa yang banyak menyumbang ke luar negeri malah dipermudah," lanjutnya.

Wakil Ketua Pansus Adi Sutarwijono menjelaskan, perubahan tarif bisa saja terjadi.

Asal, alasan yang dikemukakan Aperki masuk akal. Setelah mendengarkan penjelaskan Santoso, Adi bakal membahas kemungkinan itu bersama internal pansus.

"Tidak serta-merta dikabulkan, harus ada kesepakatan," tutur politikus PDIP tersebut.

Kepala Bidang Industri Pariwisata Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Fauzi Mustaqiem Yos menerangkan, masih ada penyalahgunaan izin karaoke.

Karaoke dewasa dan keluarga dibedakan dengan ada tidaknya wanita pemandu lagu. Selama ini pemkot kesulitan membedakan jenis karaoke.

Pajak karaoke keluarga ditetapkan 35 persen sejak 2003. Saat DPRD membuat aturan baru pada 2011, besaran pajak tidak berubah.

Kajian perubahan tarif pajak sudah diselesaikan DPPK Surabaya. Pajak dipastikan tidak turun.

Kajian yang dibuat Universitas Airlangga (Unair) tersebut merekomendasikan nilai pajak dikembalikan ke Perda Nomor 4 Tahun 2011 tentang Pajak Daerah. (sal/c25/oni/jpnn)


Redaktur & Reporter : Natalia

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler