Pajak Hiburan Bisa Turun Rp 35 Miliar, Bagaimana Pendapatan Daerah?

Jumat, 04 Agustus 2017 – 15:32 WIB
Hiburan malam

jpnn.com, SURABAYA - Lamanya pembahasan raperda pajak daerah menjadi sorotan anggota DPRD Surabaya.

Ada upaya menurunkan pajak diskotek, karaoke dewasa, kelab malam, panti pijat, dan tempat hiburan malam lainnya.

BACA JUGA: DL Sitorus Dikenal Dermawan Sejak Masih Konglomerat Muda

Anggota Komisi B Ahmad Zakaria menjelaskan, perda tersebut seharusnya segera diselesaikan.

Sebab, tarif yang diatur menjadi acuan pengoptimalan pendapatan asli daerah (PAD).

BACA JUGA: 9.965 Hektare Lahan Pertanian Rusak Akibat Erupsi Gunung Sinabung

"Mestinya tidak ada perpanjangan lagi," ujar politikus PKS itu.

PAD selalu diproyeksikan naik. Termasuk pajak hiburan. Hal itu terlihat dari kenaikan yang terjadi sejak 2011 hingga 2016.

BACA JUGA: Enam Bulan Berlalu, Ada Tambahan 194 Janda Baru

Pajak hiburan yang semula Rp 29 miliar kini menjadi Rp 59 miliar.

Usulan penurunan pajak pada raperda pajak daerah juga tergolong sangat tinggi.

Pajak turun 20 persen. Padahal, pengusaha hiburan malam harus membayar pajak 50 persen sesuai Perda 4 Tahun 2011 tentang Pajak Daerah.

Jika pajak turun, potensi kehilangan pendapatan mencapai Rp 35,4 miliar.

Zakaria menilai penurunan pajak tidak mungkin terjadi. Sebab, jumlah tempat hiburan malam selalu meningkat.

Pengawasan juga harus lebih ditingkatkan karena banyak tempat hiburan yang belum memiliki izin.

Pada rancangan prioritas dan plafon anggaran sementara (PPAS) 2018, realisasi PAD diproyeksikan Rp 4,5 triliun.

Tahun ini target PAD mencapai Rp 4,2 triliun, se­dangkan tahun lalu Rp 4 triliun.

Jika pembahasan raperda tidak membuahkan hasil, penentuan tarif bakal dikembalikan ke Perda Nomor 4 Tahun 2011.

Artinya, tidak ada perubahan. Namun, kenaikan tarif di bidang lain yang diproyeksikan naik bakal gagal.

Pajak parkir, misalnya. Di aturan yang kini dibahas, tarifnya meningkat.

Tarif parkir mobil yang dulu Rp 4.000 kini menjadi Rp 5.000.

Motor yang semula Rp 1.000 menjadi Rp 2000. Tarif truk juga naik dari Rp 7.500 menjadi Rp 10.000.

"Artinya, perda ini harus diselesaikan karena bukan cuma pajak hiburan yang dibahas," lanjut Zakaria.

Di sisi lain, Kepala Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan (DPPK) Kota Surabaya Yusron mengatakan, saat ini pihaknya telah menyiapkan tim akademisi untuk mengkaji ulang seluruh jenis pajak.

Dalam kajian tersebut, pemkot melibatkan akademisi dari perguruan tinggi negeri (PTN), seperti Universitas Airlangga (Unair).

''Hasil kajian ulang ini akan dijadikan dasar," katanya.

Menurut Yusron, rencana DPRD mengubah tarif di dalam Perda Nomor 4 Tahun 2011 tentang Pajak Daerah tersebut tidak berdasar.

Alasannya pun tidak jelas. Karena itu, pemkot melakukan kajian untuk dijadikan rujukan dalam pembahasan perubahan perda tersebut.

''Kami berharap secepatnya selesai. Selain dengan akademisi, kajian ulang tarif pajak daerah itu melibatkan ahli hukum," ujarnya.

Yusron menuturkan, sejak awal munculnya pembahasan penurunan pajak rekreasi hiburan umum (RHU), pemkot tidak sepakat.

Bahkan, pemkot selalu menyampaikan kepada panitia khusus (pansus) DPRD tentang keinginannya kembali pada Perda Nomor 4 Tahun 2011.

Yakni, pajak RHU mencapai 50 persen. ''Kami tidak berinisiatif sama sekali untuk menurunkan tarif pajak," jelasnya.

Tahun ini target PAD Surabaya naik hingga Rp 3,5 triliun.

Dengan begitu, target pajak di setiap sektor pun meningkat. (sal/ayu/c7/ano/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Pemda Minta Pengelola Ojek Online Batasi Armada


Redaktur & Reporter : Natalia

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler