jpnn.com, JAKARTA - Ketua Umum Asosiasi Pemasok Energi Mineral dan Batubara Indonesia (Aspebindo) Anggawira mengapresiasi Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia karena sudah buka-bukaan soal alasan pencabutan 2.078 Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang tidak produktif.
Bahlil juga melakukan hak jawab atas keputusan Dewan Pers Nomor 7/PPR-DP/III/2024 tentang pengaduan Menteri Investasi/BPKM itu atas laporan utama “Tentakel Nikel Menteri Bahlil” di majalah Tempo edisi 4-10 Maret 2024.
BACA JUGA: Menteri Bahlil Dukung MTQ Antar Bangsa Digelar di Banjarmasin
Bahlil menilai pemberitaan tersebut yang mengaitkan dirinya tidak sesuai fakta.
Dewan Pers dalam rekomendsinya menilai keterangan pada sampul edisi tersebut tidak akurat karena menyebut Menteri Bahlil telah mencabut ribuan izin nikel.
Padahal, khusus tambang nikel, hingga Januari lalu hanya berjumlah 109 izin.
Menurut Anggawira, Bahlil sudah menjalankan hak jawabnya secara jelas agar diketahui publik luas.
Terkait pencabutan IUP itu, ia menilai sudah sesuai prosedur berdasarkan arahan dari presiden lantaran tambang-tambang tersebut sudah tidak aktif.
“Ya, untuk IUP-IUP yang sudah tidak aktif ya sebaiknya memang dioptimalisasi, hanya mungkin yang terjadi komplain itu karena tidak adanya pemberitahuan dahulu di awal,” kata Anggawira, Minggu (31/03/2024).
Anggawira yang juga Sekjen HIPMI itu mengatakan jawaban Bahlil sebagai respons balik dalam meluruskan pemberitaan media Tempo terkait pencabutan ribuan IUP, lantaran publik perlu mengetahui informasi sebenarnya.
Pencabutan izin usaha adalah atas arahan Presiden Jokowi. Selain itu, pencabutan IUP-IUP tersebut dilakukan oleh Satgas, melainkan arahan Presiden dan rekomendasi dari Kementerian ESDM.
“Jadi, mungkin banyak orang yang kaget gitu kenapa tidak ada pemberitahuan atau peringatan dulu dari kementerian teknis terkait hal tersebut. Pencabutan IUP ini dilakukan oleh satgas, memang sebaiknya ada pemberitahuan terlebih dahulu dari ESDM dan Minerba. Malah ini seolah-olah yang kena tembak Menteri Bahlil,” ucapnya.
Anggawira pun menyarankan kepada pihak-pihak yang merasa dirugikan atas pencabutan IUP untuk dibuktikan di mata hukum agar tidak menjadi isu liar seperti yang dituduhkan media Tempo dan masyarakat luas tidak disesatkan dengan informasi tersebut.
“Poinnya kalau soal itu dibuktikan saja secara hukum, jangan jadi isu liar termasuk yang Tempo sampaikan di media, kan nggak ada bukti valid atau saksi,” jelasnya.
Anggawira pun menanggapi keputusan Pemerintah lewat Perpres No. 70 tahun 2023 tentang Pengalokasian Lahan bagi Penataan Investasi yang bisa didapatkan untuk ormas, koperasi maupun UMKM. Buat Anggawira terobosan pemerintah sangat baik dan tepat namun perlu diperkuat dengan aturan yang jelas agar ke depan tidak menjadi masalah baru.
“Bagus terobosannya, hanya perlu aturan secara teknis yang jelas jangan sampe dispute. Parameter-parameternya harus valid,” pungkas Anggawira.
Sebelumnya, Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia mengklarifikasi soal pencabutan 2.078 izin usaha pertambangan (IUP) tidak produktif.
Bahlil melalui podcast Bocor Alus Politik alias BAP Tempo yang dikutip Minggu (31/3/2024)
Dia mengatakan untuk menata lahan tidak produktif yang tidak terpakai, Presiden Joko Widodo mengeluarkan Keputusan Presiden tentang Satgas Pengelolaan Investasi yang terdiri dari Menteri Kehutanan, Menteri ESDM, Menteri ATR, dan Menteri Investasi.
"Saat itu saya menjabat sebagai Ketua Satgas", kata Bahlil.
Menurut Bahlil, tugasnya adalah menata lahan-lahan tidak produktif yang tidak terpakai. Karena semua tanah ini milik negara.
“Tambang itu milik negara, HPH milik negara, HGU milik negara. Negara memberikan izin kepada pengusaha dengan tujuan berusaha untuk menciptakan lapangan kerja dan pertumbuhan ekonomi,” kata Bahlil.
Namun, ternyata, kata Bahlil, 2078 IUP tersebut ternyata tidak produktif.
Aapa yang terjadi? 2.078 IUP itu diurutkan oleh kementerian teknis. Jadi, bukan urusan Menteri Investasi dan Satgas,” kata Bahlil.
"Jadi IUP 2078 itu benar-benar database Kementerian ESDM. Jadi, salah tafsir lagi," lanjutnya.
Di sisi lain, Bahlil menegaskan investasi mangkrak sebesar Rp708 triliun belum termasuk IUP yang dicabut.
“Masyarakat sudah datang untuk berinvestasi, tapi tidak bisa mengeksekusi seperti Pertamina di Tuban, semen di Kaltim. Itu nyata, itu bukan bagian IUP Rp 708 triliun. Enggak ada. Jadi, jangan dikait-kaitkan,” kata Bahlil.(fri/jpnn)
Redaktur & Reporter : Friederich Batari