jpnn.com - JAMBI - Kementerian Sosial (Kemensos) mengakui 11 orang rimba yang meninggal di Taman Nasional Bukit Duabelas (TNBD) Sarolangun-Batanghari beberapa waktu lali disebabkan oleh kelaparan. Dari 11 orang yang meninggal itu , 8 di antaranya balita.
Kasubdit Kerjasama Kelembagaan Evaluasi dan Pelaporan Kemensos RI Laude Taufik mengatakan, penyebab meninggalnya Orang Rimba itu ketahui setelah dirinya turun ke lapangan bersama KKI WARSI. Mereka didampingi Dinas Sosial, Kesehatan dan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Provinsi Jambi, Kamis (6/3) kemarin.
BACA JUGA: Lika-liku Para Kuasa Hukum Temui Terpidana Mati di Nusakambangan
“Tujuan kita mengklarifikasi dan memverifikasi kejadian sebenarnya. Kami juga berdialog dengan mereka. Memang kondisi mereka mengalami krisis pangan,” kata Taufik, Jumat.
Sejak kejadian pertama, mereka langsung melangun (tradisi perpindah tempat) berkali-kali. Namun selama melangun mereka tidak mendapatkan pasokan makanan yang cukup sehingga fisik mereka melemah. “Kejadian pertama di Sungai Jernih,” akunya.
BACA JUGA: Indonesia Harus Siap Jika Ada WNI Dihukum Mati karena Narkoba
Saat ini mereka di Sungai Kejasung. Namun, mereka juga mengalami kekurangan pangan. Akibatnya, kondisi fisik mereka sangat rentan terhadap kondisi perubahan iklim cuaca dan lain-lain terutama anak-anak. Penyakit apapun yang masuk tentu menjadi ancaman jiwa mereka.
Taufik mengungkapkan, Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa berpesan agar memberikan santunan kepada keluarga yang ditinggalkan. Bukan hanya itu, Menteri Sosial juga kata tidak mau kejadian itu berulang, artinya ada tindaklanjut yang mencegah hal itu.
BACA JUGA: Indonesia Harus Siap Jika Ada WNI Dihukum Mati karenaNarkoba
Dinas Sosial Provinsi Jambi, lanjutnya, sudah melakukan konsep pemberdayaan. Tetapi khusus kelompok yang menjadi korban ini belum bisa dilakukan karena mereka masih memegang kuat tradisi melangun.
“Mereka belum bisa hidup menetap, untuk mengubah perilaku itu agak sulitlah,” katanya. Dia menambahkan, jika kehidupan orang rimba timur bisa diubah seperti orang rimba di wilayah barat, maka akan mudah bagi pemerintah melakukan intervensi. Sehingga pelayanan kesehatan mereka pun bisa terjamin.
“Kalau kelompok berpindah-pindah, jadi sulit kita terapkan pengobatan. Padahal tubuh mereka tidak kebal dengan penyakit,” tegasnya.
Sementara itu, Manager Program Pemberdayaan Masyarakat KKI WARSI, Robert Aritonang, mengatakan, tradisi melangun masih kuat dikehidupan orang rimba. Tapi saat mereka pindah ke lokasi yang mereka tuju banyak hutan yang menjadi sumber kehidupan mereka sudah menjadi lahan perusahaan, akibatnya mereka kesulitan mendapatkan makanan.
Selain itu, memang ada dedikasi anak-anak rimba tidak ada yang mendapat imunisasi sampai sekarang, tapi mereka terus kontak dengan dunia luar. Akibatnya mereka rentan terkena penyakit.
“Kedepan kita perlu sinergi dengan pemerintah lintas Kabupaten untuk turun ke lapangan memberikan bantuan berupa pelatihan dan berbagai bentuk pengetahuan, agar kejadian ini tidak terulang lagi,” katanya. (fth)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Ingin Menarik Simpati Warganya, Abbot Permainkan Citra Indonesia
Redaktur : Tim Redaksi