Atasi Konflik Internal, Filipina Disarankan Belajar Ke Indonesia

Selasa, 12 Juli 2016 – 16:30 WIB
Anggota Komisi I DPR, Sukamta. FOTO: Humas FPKS DPR

jpnn.com - JAKARTA - anggota Komisi I DPR RI, Sukamta mengatakan perlu pendekatan baru untuk menangani masalah penyanderaan WNI yang sudah berulang kali dilakukan kelompok bersenjata Abu Sayyaf di perairan laut Filipina Selatan. Membebaskan sandera, menurut anggota DPR dari daerah pemilihan Yogyakarta itu, hanya untuk jangka pendek.

"Ibaratnya menyembuhkan sakit, fokus kepada pembebasan sandera itu cuma menyembuhkan gejalanya. Tindakan yang lebih penting adalah menyembuhkan penyebab utama penyakit sebagai solusi jangka panjang," kata Sukamta, Selasa (12/7).

BACA JUGA: Ini Pesan Pak Yasonna Untuk Napi yang Kabur Dibantu Istrinya

Menurut politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu, penyebab utamanya adalah soal politik internal Filipina.

"Mungkin ada ketidakadilan dan kesenjangan pembangunan di sana. Karenanya kita desak pemerintah Filipina untuk bisa meredam konflik ini. Bahkan kalau bisa 'berdamai' dengan mereka. Mungkin Indonesia bisa dijadikan contoh saat menangani konflik GAM di Aceh," sarannya.

BACA JUGA: 192 Ribu Napi, 1 Kabur, Yasonna: Itu Prestasi Juga

Faktor lainnya sebagai penyebab lanjutnya, adalah kurang amannya kawasan. Wilayah perairan perbatasan seringkali menjadi wilayah yang rawan aksi perompakan. Sehingga perlu dilakukan kerjasama lintas negara untuk sama-sama menjaga keamanan perbatasan.

Menurutnya, pendekatan komprehensif jangka pendek yang bisa dilakukan adalah operasi militer bersama secara reguler yang melibatkan tentara gabungan trilateral Indonesia-Filipina-Malaysia. TNI dan Polri memiliki pasukan elite yang mumpuni untuk membebaskan sandera.

BACA JUGA: Lebih Elegan Mundur daripada Dicopot, Jonan!

"Tapi perlu diingat bahwa tugas utama TNI dan Polri adalah membebaskan sandera. Sebisa mungkin meminimalisasi penggunaan senjata pembunuh, kecuali memang tidak ada jalan lain," ujarnya.

Selain operasi militer gabungan ujarnya, untuk jangka panjang perlu dilakukan kerja sama pertahanan antarnegara, khususnya kerja sama trilateral tentang keamanan maritim.

"Dengan Malaysia, Indonesia memiliki kerja sama pertahanan bilateral bernama Elang Malindo. Demikian juga dengan Filipina, Indonesia memiliki hubungan bilateral dalam bidang  pertahanan. Nah, ini diperkuat dengan kerja sama trilateral tadi," usulnya.

Dia menegaskan pendekatan komprehensif jangka panjang bisa dilakukan dengan diplomasi lewat pemerintah, misalnya antara Kementerian Luar Negeri dan Pertahanan RI dengan kementerian serupa di Filipina dan Malaysia. Selain itu diplomasi juga dilakukan lewat parlemen antara tiga negara.

Tujuannya, kata Sukamto, adalah stabilitas kawasan. Sebagai sesama anggota ASEAN, Indonesia mendorong dan memberi masukan kepada pemerintah Filipina agar bisa menyelesaikan konflik dengan MNLF, MILF dan kelompok Abu Sayyaf yang sudah berkepanjangan ini.

"Tapi kita musti tetap waspada, jangan sampai kita terseret arus perang yang bukan perang kita. Jangan sampai kasus-kasus penyanderaan yang berulang ini mengalihkan fokus perhatian kita dari potensi konflik yang sesungguhnya lebih besar seperti Natuna dan Laut Tiongkok Selatan," pungkas Sukamta.(fas/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Menteri Jonan Lebih Terhormat Bila Mengundurkan Diri


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler