jpnn.com, KARAWACI - Tumor hipofisis merupakan salah satu jenis tumor yang sering kali tidak mendapatkan perhatian yang cukup.
Prof. Dr. dr. Julius July, Sp.BS (K) Onk, MKes, IFAANS selaku ahli bedah saraf dari RS Siloam Lippo Village Karawaci mengatakan tumor hipofisis adalah pertumbuhan abnormal yang terjadi pada kelenjar hipofisis yang terletak di dasar otak. Kelenjar ini berperan penting dalam mengatur berbagai hormon yang memengaruhi banyak fungsi tubuh, mulai dari pertumbuhan hingga metabolisme.
BACA JUGA: RS Siloam Kebon Jeruk Salah Satu Pioneer Tindakan UKA di Indonesia, Solusi Bedah Ortopedi
"Tumor ini bisa bersifat jinak atau ganas, tetapi sebagian besar kasus adalah tumor jinak yang tidak menyebar ke bagian lain dari tubuh. Tumor ini lebih sering terjadi pada orang dewasa berusia antara 30 hingga 50 tahun, yang merupakan kelompok usia paling rentan. Terdapat faktor-faktor hormonal yang berperan dalam meningkatkan risiko pada kelompok usia ini," ujarnya.
Selain itu, wanita cenderung lebih rentan terhadap tumor hipofisis dibandingkan pria.
BACA JUGA: Dukung Pembangunan Infrastruktur & Perumahan dengan Semen Hijau, SIG Ajak Semua Pihak Bersinergi
Salah satu gejala yang paling umum adalah gangguan penglihatan, terutama kebutaan periferal, yang terjadi akibat tekanan tumor pada saraf optik. Sakit kepala juga merupakan keluhan yang sering disampaikan dan sering kali menjadi gejala awal yang dihadapi pasien.
"Tumor hipofisis cukup umum, mewakili sekitar 10-15% dari semua tumor otak. Meskipun dapat memengaruhi pria dan wanita, prevalensi lebih tinggi ditemukan pada wanita, khususnya dalam kelompok usia dewasa," terang dia.
BACA JUGA: Bersama 3 Menteri, Dirut BTN Bahas Solusi Pencapaian Program 3 Juta Rumah
Salah satu inovasi terbaru dalam penanganan tumor hipofisis adalah EETS (Endoscopic Endonasal Transphenoidal Surgery) yaitu pembedahan minimal invasif yang dilakukan melalui hidung dan sinus.
Metode ini memungkinkan akses yang lebih mudah ke tumor dengan risiko yang lebih rendah dan waktu pemulihan yang lebih cepat.
Prosedur ini mengurangi trauma pada jaringan sekitarnya dan sering kali memberikan hasil yang lebih baik bagi pasien.
"EETS memiliki beberapa keuntungan dibandingkan pembedahan konvensional. Salah satu keuntungan utamanya adalah risiko yang lebih rendah. Dengan metode minimal invasif ini, kemungkinan kerusakan pada jaringan di sekitar tumor lebih kecil, yang pada gilirannya mengurangi komplikasi pasca operasi," sebutnya.
Selain itu, waktu pemulihan pasien juga lebih cepat, memungkinkan mereka kembali ke aktivitas normal dalam waktu yang lebih singkat.
Nyeri pascaoperasi juga umumnya lebih sedikit dibandingkan dengan prosedur konvensional.
"Meskipun EETS relatif aman, risiko dan komplikasi tetap ada. Infeksi adalah salah satu risiko yang dapat terjadi pasca operasi, serta perdarahan yang mungkin muncul selama dan setelah prosedur. Gangguan penglihatan juga menjadi perhatian, mengingat lokasi tumor yang dekat dengan saraf optik. Oleh karena itu, penting bagi pasien untuk memahami risiko ini sebelum menjalani prosedur," papar dia.
"Sampai saat ini, tim multidisiplin RS Siloam Lippo Village Karawaci telah menangani lebih dari 80 kasus kanker hipofisis," sambungnya.
Apabila Anda atau kerabat memiliki permasalahan tumor hipofisis dan ingin berkonsultasi lakukan booking jadwal dengan mengakses aplikasi MySiloam.(chi/jpnn)
Redaktur & Reporter : Yessy Artada