jpnn.com, MANADO - Istri calon presiden nomor urut 3 Ganjar Pranowo, Siti Atikoh Suprianti menggelar acara silahturahmk dengan para tokoh lintas agama se-Sulawesi Utara (Sulut), di Minahasa Utara, Rabu (17/1).
Hadir sejumlah perwakilan tokoh lintas agama se-Sulawesi Utara dari Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB), MUI, NU, Muhammadiyah, perwakilan Sinode, umat Katolik, hingga umat Hindu, dan Khonghucu.
BACA JUGA: Atikoh Serap Aspirasi soal Bahan Pokok hingga BPJS Ketenagakerjaan di Pasar Bersehati
Bertindak sebagai tuan rumah, istri Olly Dondokambey Rita Tamuntuan dan Ketua TPD Ganjar-Mahfud, Rio Dondokambey. Acara silahturahmi berlangsung dengan hangat dan sederhana.
Dalam sambutannya, Atikoh menyampaikan Indonesia bisa berdiri karena ada keberagaman. Hal itu bisa dilihat dari lambang negara, yakni Bhinneka Tunggal Ika.
BACA JUGA: Bantah Isu Ganjar-Mahfud akan Setop PKH dan Bansos, Atikoh Berbicara Soal KTP Sakti
Dari semangat keragaman yang bersatu, Atikoh menyebut Ganjar-Mahfud tentu menginginkan adanya kesejahteraan yang bisa mencapai ke seluruh masyarakat.
Di mana, kesejahteraan itu bukan hanya finansial, ekonomi, jasmani, atau sosial. Namun, juga dari rasa keamanan dan kedamaian dalam beribadah.
BACA JUGA: Saat Atikoh Ganjar Ikut Hujan-hujanan Bersama Rakyat Sebelum Senam Ceria di Manado
“Seluruh masyarakat harus mendapatkan haknya dalam beribadah dan dalam mereka mengembangkan diri,” kata Atikoh.
Ibunda Muhammad Zinedine Alam ini juga mengaku kerap ditanya oleh masyarakat, kelak Ganjar terpilih apa yang akan dilakukan ke depan.
Atikoh pun menceritakan soal pelangalaman selama 10 tahun mendampingi Ganjar Pranowo sebagai Gubenur Jawa Tengah. Dimana, Ganjar dan dirinya salalu hadir dan bersama dengan kelompok termarjinalkan.
“Anak-anak, usia lanjut, perempuan, kelompok-kelompok marjinal, dan elemen masyarakat yang selama ini suaranya kurang didengar, misalnya difabel, kaum yang termarjinalkan, atau misalnya kalau di Jawa ada kelompok yang masih tradisional,” ungkap Atikoh.
Atikoh menganalogikan dan memandang keberagaman dan kebhinekaan sebagai sebuah permainan angklung yang harus dimainkan secara bersama-sama.
“Tetapi bila angklung itu diketuk bersamaan, akan menciptakan harmoni keindahan dan kedamaian. Dan bagaimana agar angklung itu tercipta menjadi sebuah suara yang indah? Tentu dibutuhkan sekali seorang pemimpin dari pemain-pemain angklung,” ungkap Atikoh.
Menurut Atikoh, seorang pemimpin harus bisa mengayomi keseluruhan, agar setiap individu bisa hidup bersama, saling toleransi, dan memahami.
“Terkadang toleransi dipandang hanya sempit, kita berbeda. Tetapi implementasinya masih harus terus di-improve, ditingkatkan. Toleransi tercipta bila masing-masing paham perbedaan dan bagaimana mengharmonikan itu semua,” jelas Atikoh.
Atikoh juga mengungkapkan, selama sepuluh tahun sang suami menjabat sebagai gubenur Jawa Tengah, tidak pernah ada permasalahan soal pembangunan rumah ibadah.
“Puji syukur di Jawa Tengah itu tidak pernah terjadi seperi itu. Tidak pernah ada kejadian di mana ketika ada masyarakat ingin dirikan tempat ibadah itu dipersulit. Karena pemimpinnya berani di depan sendiri untuk memperjuangkan hak-hak setiap warga masyarakat, itu namanya toleransi,” pungkas Atikoh. (tan/jpnn)
Simak! Video Pilihan Redaksi:
BACA ARTIKEL LAINNYA... Lihat, Atikoh Ganjar Berjoget Hibur Ibu-ibu Majelis Taklim Manado saat Makan Malam
Redaktur & Reporter : Fathan Sinaga