jpnn.com - JAKARTA - Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak merespons kasus dugaan kekerasan seksual yang dialami oleh seorang perempuan atlet gulat di Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta.
Kekerasan seksual diduga berawal saat korban dihubungi pelatih untuk melakukan latihan secara mandiri di luar jam latihan di sebuah sasana yang sepi di Kecamatan Sanden, Kabupaten Bantul.
BACA JUGA: 76 Anak Jadi Korban Kekerasan Seksual di Tangerang, Pelakunya Orang Terdekat, Waspadalah
Di tempat itu, pelaku diduga melancarkan aksi kejam dan membuat korban tidak berani segera melaporkan kejadian tersebut lalu memilih berlatih di Bandung untuk menghindari pelaku. Akibatnya, dilaporkan bahwa kondisi psikologis korban terganggu dan sering melukai diri sendiri.
Kementerian PPPA mendesak polisi mengusut tuntas kasus kekerasan seksual yang dialami atlet gulat itu dengan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS).
BACA JUGA: Polisi Sebut Ada Indikasi Kekerasan pada Jasad Siswa SMK Muhammadiyah Jambi
Menteri PPPA Bintang Puspayoga mengatakan bahwa pihaknya akan terus mendukung Kepolisian Polres Bantul untuk selalu sigap menerima berbagai laporan dari korban kekerasan seksual dan menindaklanjuti laporan tersebut.
“Kami akan terus memantau jalannya proses hukum sampai pelaku dapat dihukum sesuai dengan perbuatannya dan korban mendapat keadilan,” kata Menteri Bintang dalam keterangannya di Jakarta, Minggu (30/10).
BACA JUGA: Puan Dorong Pembentukan Satgas untuk Cegah Kekerasan Seksual di Institusi Negara
Menurut Bintang, pengesahan UU TPKS pada 9 Mei 2022 membuat para korban bisa segera mendapatkan perlindungan.UU itu sudah dapat diterapkan untuk kasus-kasus kekerasan seksual, termasuk yang dialami oleh atlet gulat A yang diduga dilakukan pelatihnya.
Dia mengatakan bahwa penting bagi kepolisian untuk mengusut tuntas kasus dengan UU TPKS karena sering kali peristiwa seperti yang dialami sang atlet, menunjukkan adanya relasi kuasa antara korban dan pelaku.
Menurutnya, hal itu biasanya dijadikan pelaku sebagai atasan alasan mengancam korban.
Bintang menyebut perbuatan pelaku dapat dikenakan Pasal 4 Ayat 1 Huruf b Juncto Pasal 6 UU TPKS dengan pidana penjara paling lama 12 tahun penjara dan/atau pidana denda paling banyak Rp 300 juta atau dapat dikaitkan juga dengan Pasal 4 Ayat 2 Huruf b UU TPKS.
Menteri Bintang turut mendesak Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) bertanggung jawab mengelola, membina, dan mengoordinasikan ke seluruh pelaksanaan kegiatan olahraga, untuk mengawal dan memastikan korban tetap bisa melakukan aktivitas dan prestasinya sebagai atlet tanpa ada hambatan.
Kemudian, menciptakan lingkungan dan suasana yang melindungi dan ramah perempuan, memastikan tidak ada lagi kekerasan seksual.
Bintang meminta semua pihak untuk berani melaporkan kasus kekerasan terhadap anak dan perempuan melalui call center Sahabat Perempuan dan Anak (SAPA) 129 dan WhatsApp 08111-129-129. Pelayanan perempuan korban kekerasan juga telah berkoordinasi dengan UPTD PPA Kabupaten Bantul untuk memberikan layanan pendampingan bagi korban. (antara/jpnn)
Redaktur & Reporter : M. Kusdharmadi