Sekitar 2700 atlet difabel baru saja menuntaskan perjuangan di ajang Asian Para Games 2018 Jakarta. Terlepas dari perolehan medali, para penonton mengagumi semangat hidup yang mereka tampilkan selama pertandingan. Di sisi lain, para atlet turut mendapat pengaruh positif dari kehadiran penonton.
Perhelatan akbar olahraga Asian Para Games 2018 di Jakarta baru saja selesai ditutup pada tanggal 13 Oktober. Sebanyak 2768 atlet difabel telah menuntaskan perjuangan mereka di 18 cabang olahraga.
BACA JUGA: Krim Kulit Kegemaran Warga China Ancam Kehidupan Gajah Myanmar
Beberapa atlet memenuhi target prestasi, beberapa lainnya telah berkompetisi semaksimal mungkin walau pulang tanpa medali. Tim basket kursi roda pria Indonesia adalah salah satu tim yang telah berjuang tanpa lelah meski menanggung kekalahan dari China dengan skor telak, pada pertandingan 10 Oktober. Photo: Danu Kuswantoro. (ABC; Nurina Savitri)
BACA JUGA: Buntut Jatuhnya F-35 AS, Australia Ikut Kandangkan Armadanya
Baru terbentuk selama 9 bulan, tim basket Indonesia kalah unggul dengan perbedaan skor sekitar 100 poin, dari tim China yang sangat berpengalaman. Tapi bagi salah seorang atlet, Danu Kuswantoro, kekalahan tim-nya saat itu tak begitu saja membuatnya patah arang. Ia mengaku tetap merasa semangat sepanjang pertandingan.
"(Mereka) sangat berpengaruh sekali, sangat berpengaruh. Karena benar-benar membantu kita, membangkitkan semangat. Kita pas posisi down, mereka teriak-teriak itu, kalau saya sendiri langsung semangat lagi," tutur pemain bernomor 6 ini kepada ABC.
BACA JUGA: Pencarian Korban Gempa Palu Berakhir Hari Ini
Menurut Danu, sorak-sorai penonton sangat berjasa bagi para pemain.
"Dukungan penonton benar-benar luar biasa. Terima kasih untuk supporter Indonesia yang sudah mendukung kami dari detik pertama hingga detik terakhir, terima kasih." Photo: Fikri Al-Azhar. (ABC; Nurina Savitri)
Nyatanya, semangat juang dari lapangan Asian Para Games tak hanya diperoleh para atlet. Penonton-pun turut merasakan animo serupa.
Seperti yang disampaikan Fikri Al-Azhar, warga Jakarta, yang sempat menonton pertandingan basket kursi roda bersama anak dan istrinya.
"Abis lihat basket ini sekarang pakai wheelchair (kursi roda), seru ya gitu. Jadi dia (anak saya) nggak lihat ke disabilitasnya, tapi lihatnya dari hal yang menariknya dulu, positifnya dulu gitu, bahwa wheelchair itu seru dipakai olahraga," utaranya. Photo: Riani (kiri), penyandang tunanetra, bersama ibunya. (ABC; Nurina Savitri)
Pendapat senada juga dilontarkan warga Jakarta lainnya. Pertandingan yang ia tonton membuatnya kagum terhadap para atlet difabel.
"Sangat menginsprasi ya. Mereka lebih bersemangat malah. Di sana ada yang kekurangannya lebih dari kita tapi semangatnya untuk hidupnya itu sangat tinggi, semangat berjuangnya," kata Liz
Liz, saat itu, menonton salah satu pertandingan bulutangkis Asian Para Games bersama putrinya, Riani, yang penyandang tunanetra.
Sementara bagi Eka Marhadiyani asal Depok, kompetisi olahraga yang diikuti atlet difabel ini menyiratkan satu pelajaran untuk tidak mudah menyerah, sesuatu yang ingin ia sampaikan pada putranya.
"Saya ingin memperkenalkan anak saya termasuk teman saya, juga bawa anaknya, supaya mereka melihat bahwa walaupun kita tidak sempurna secara fisik tapi kita masih bisa berkarya, gitu," Photo: Pertandingan bulutangkis kursi roda Asian Para Games 2018. (ABC; Nurina Savitri)
BACA ARTIKEL LAINNYA... KPAI: Semua Pihak Perlu Terlibat Menangani Penjualan Anak