JAKARTA - Koordinator Nasional Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR), Mochammad Afifuddin, menilai rancangan Paraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) tentang pelaporan dana kampanye calon anggota DPR, DPD, dan DPRD dalam pemilu 2014, perlu mengatur adanya sanksi tegas.
Bukan justru hanya memberlakukan sanksi moral, karena efeknya akan sangat tidak berperangaruh bagi kemajuan demokrasi di Indonesia.
“Kalau hanya sanksi sosial, demokrasi kita tidak jauh beda dengan kemarin-kemarin. Jadi perlu pemantauan dari hulu sampai ke hilir tekait penggunaan dana kampanye. Karena untuk mendapatkan nomor cantik saja (nomor urutan pertama dan kedua), sejumlah uang ikut bermain,” ujar Afiduddin di Jakarta, Jumat (19/7).
Menurut Afifuddin, PKPU nantinya juga perlu mengatur tatacara pengawasan hasil laporan dana kampanye yang diserahkan oleh partai politik. Jangan sampai KPU justru hanya berpedoman dari laporan keuangan berdasarkan transaksi melalui nomor rekening bank.
“Karena prinsip orang di politik sekarang ini cash and carry (terima tunai), nah ini juga masalah. Transaksi tunai itu bisa jauh lebih besar. Parpol kan tidak bodoh-bodoh amat untuk melaporkan dana kampanye agar tidak besar. Jadi saya kira perlu dana kampanye yang tunai juga dilaporkan,” ujarnya.
Sebelumnya Komisioner Hadaf Nafis Gumay menyatakan, dalam rancangan PKPU tersebut parpol nantinya akan diminta melakukan pelaporan dana kampanye sebanyak dua kali. Laporan awal diminta diserahkan 14 hari sebelum masa kampanye. Sementara laporan akhir dilakukan 15 hari setelah pemungutan suara.
Direncanakan PKPU terbit pada Juli 2013. Namun hingga pertengahan Juli, belum juga rampung. Hadar menolak jika atas kondisi tersebut KPU dinilai lamban. Ia menegaskan bahwa belum selesainya PKPU tersebut karena penyelenggara pemilu menginginkan semua pasal yang ada dapat membawa pemilu yang lebih baik.
“Jadi sampai saat ini kita masih merumuskan ramuan yang tepat. Di antaranya tentang laporan dan cara pembukuannya,” ujar Hadar.(gir/jpnn)
Bukan justru hanya memberlakukan sanksi moral, karena efeknya akan sangat tidak berperangaruh bagi kemajuan demokrasi di Indonesia.
“Kalau hanya sanksi sosial, demokrasi kita tidak jauh beda dengan kemarin-kemarin. Jadi perlu pemantauan dari hulu sampai ke hilir tekait penggunaan dana kampanye. Karena untuk mendapatkan nomor cantik saja (nomor urutan pertama dan kedua), sejumlah uang ikut bermain,” ujar Afiduddin di Jakarta, Jumat (19/7).
Menurut Afifuddin, PKPU nantinya juga perlu mengatur tatacara pengawasan hasil laporan dana kampanye yang diserahkan oleh partai politik. Jangan sampai KPU justru hanya berpedoman dari laporan keuangan berdasarkan transaksi melalui nomor rekening bank.
“Karena prinsip orang di politik sekarang ini cash and carry (terima tunai), nah ini juga masalah. Transaksi tunai itu bisa jauh lebih besar. Parpol kan tidak bodoh-bodoh amat untuk melaporkan dana kampanye agar tidak besar. Jadi saya kira perlu dana kampanye yang tunai juga dilaporkan,” ujarnya.
Sebelumnya Komisioner Hadaf Nafis Gumay menyatakan, dalam rancangan PKPU tersebut parpol nantinya akan diminta melakukan pelaporan dana kampanye sebanyak dua kali. Laporan awal diminta diserahkan 14 hari sebelum masa kampanye. Sementara laporan akhir dilakukan 15 hari setelah pemungutan suara.
Direncanakan PKPU terbit pada Juli 2013. Namun hingga pertengahan Juli, belum juga rampung. Hadar menolak jika atas kondisi tersebut KPU dinilai lamban. Ia menegaskan bahwa belum selesainya PKPU tersebut karena penyelenggara pemilu menginginkan semua pasal yang ada dapat membawa pemilu yang lebih baik.
“Jadi sampai saat ini kita masih merumuskan ramuan yang tepat. Di antaranya tentang laporan dan cara pembukuannya,” ujar Hadar.(gir/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Bawaslu Merasa Sudah Benar
Redaktur : Tim Redaksi