Aturan Kawasan Tanpa Rokok Tidak Jelas

Selasa, 20 Desember 2011 – 17:00 WIB
JAKARTA – Ahli Hukum Tata Negara, Yusril Ihza Mahendra berpendapat pengujian Penjelasan Pasal 115 ayat (1) UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan yang mengatur tempat-tempat yang dinyatakan sebagai kawasan tanpa rokok sejatinya tak semata-mata pengujian materil, tetapi menyangkut pengujian formil.

“Apa yang dimohonkan adalah menguji penjelasan dari norma bukan pada norma pasalDalam UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan dijelaskan norma apa yang dirumuskan dalam pasal-pasal dan penjelasan tidak boleh menciptakan norma baru atau tidak bertentangan dengan norma pasal,” kata Yusril saat memberikan keterangan ahli dalam sidang pengujian Penjelasan Pasal 115 ayat (1) UU Kesehatan di gedung MK, Selasa (20/12).

Ahli yang dihadirkan pemohon itu menegaskan, penjelasan dalam pasal undang-undang hanya berfungsi menjelaskan suatu norma jika ada istilah-istilah asing atau teknis bidang tertentu yang kemungkinan kurang dipahami sebagian masyarakat

BACA JUGA: Akbar Tandjung: Pembatasan Usia Capres Tidak Pas

“Ini agar orang mengerti membaca norma pasal dalam undang, tetapi penjelasan pasal tidak boleh mengatur norma tersendiri,” tegasnya.           

Jika para pemohon mengajukan pengujian formil, menurut Yusril ketentuan Penjelasan Pasal 115 ayat (1) UU Kesehatan batal demi hukum karena bagian penjelasannya membuat norma sendiri
“MK dalam pengujian materi, menguji pasal dengan UUD 1945, sedangkan pengujian formil, menguji pasal undang-undang dengan UU Nomor 12 Tahun 2011,” ujarnya.

Terkait pengujian materil, lanjut Yusril, Pasal 115 ayat (1) UU Kesehatan menimbulkan ketidakjelasan dan ketidakpastian hukum

BACA JUGA: Kebun Bibit Rakyat Sukses, Kesejahteraan Rakyat Meningkat

Ia mencontohkan  Pasal 115 (1) huruf f yang menyebutkan salah satu kawasan tanpa rokok adalah tempat kerja
“Di mana tempat kerja tukang becak, pedagang asongan, yang jelas mereka tidak mungkin bekerja dalam ruangan, apakah mereka tidak boleh merokok di tepi jalan?  Norma ini tidak menjamin kepastian hukum,“ beber Yusril.

Selain itu, Pasal 115 ayat (1) huruf g soal definisi tempat umum atau tempat lain yang ditetapkan juga tidak jelas

BACA JUGA: Diberhentikan Sementara, Satono Uji Tiga Pasal Ke MK

“Apa yang dimaksud tempat umum atau tempat lain yang ditetapkan, siapa yang menetapkannya, aturan ini tidak ada penjelasannya, sehingga ini memberikan diskresi yang besar bagi semua pihak terutama kepada pemerintah daerah untuk menafsirkan aturan ini,” dalihnya.

Karena itu, Pasal 115 ayat (1) berikut penjelasannya mengandung ketidakjelasan dan ketidakpastian hukum baik secara formil dan materil yang bertentangan dengan UU Nomor 12 Tahun 2011 dan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945.    

Untuk diketahui, permohonan ini diajukan oleh Enryo Oktavian, Abhisam Demosa, dan Irwan Sofyan menguji Penjelasan Pasal 115 ayat (1) UU Kesehatan yang mengatur tempat-tempat yang dinyatakan sebagai kawasan tanpa rokokPemohon menilai aturan itu bukan kewajiban untuk menyediakan tempat khusus merokok sebagai kawasan merokok karena adanya kata ‘dapat’.

Adanya kata ‘dapat’ itu tidak memberikan kepastian hukum dan berimplikasi terhadap tidak adanya jaminan perlindungan hak konstitusional seseorang dalam merokokMenurutnya, Penjelasan Pasal 115 ayat (1) UU Kesehatan telah melanggar hak konstitusional pemohon selaku perokok.

Karenanya, pemohon meminta kata ‘dapat’ dalam penjelasan pasal itu dihapus karena bertentangan dengan Pasal 27 ayat (1) dan 28D ayat (1) UUD 1945Sebab, apabila kata ‘dapat’ ini dihapuskan, konsekwensinya pemerintah wajib menyediakan tempat khusus untuk merokokSepeti diketahui, para pemohon merupakan perokok aktif yang tidak bisa merokok di kantor tempatnya bekerja lantaran tidak disediakan ruang khusus merokok(kyd/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Satu Dokter untuk 3400 Penduduk Indonesia


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler