Aturan Kuota Mahasiswa Baru Kedokteran Diprotes

Minggu, 17 September 2017 – 07:20 WIB
Mahasiswa kedokteran. Ilustrasi Foto: dok.JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Pemberlakuan kuota nasional mahasiswa baru prodi kedokteran dan kedokteran gigi ditentang Aliansi Penyelenggara Perguruan Tinggi (Apperti).

Mereka ingin aturan ini ditunda sampai tahun depan. Di aturan ini, kampus paling bagus hanya dapat kuota maksimal 250 mahasiswa baru kedokteran.

BACA JUGA: LIPI: Perlu Menata Standar Dokumentasi di Lembaga Penelitian

Regulasi kuota nasional mahasiswa baru dokter dan dokter gigi itu tertuang dalam Permenristekdikti 43/2017.

Di dalam peraturan ini, penetapan kuota berdasarkan nilai prodi. Prodi dengan nilai tertinggi, maksimal menerima 250 mahasiswa kedokteran dan 200 mahasiswa kedokteran gigi.

BACA JUGA: Perguruan Tinggi Diminta Berhenti Langganan e-Jurnal

Sedangkan prodi nilai terendah, hanya boleh menerima 50 mahasiswa baru kedokteran dan 25 mahasiswa kedokteran gigi.

Ada sejumlah pertimbangan dalam penentuan nilai itu. Diantaranya adalah akreditasi prodi kedokteran atau kedokteran gigi, tipe rumah sakit utama untuk berpraktik, rasio dosen, dan tingkat kelulusan UKMPPD (uji kompetensi mahasiswa program profesi dokter) dan UKMP2DG (uji kompetensi mahasiswa program profesi dokter gigi).

BACA JUGA: Perguruan Tinggi Motor Penggerak Kemajuan Daerah

Ketua Umum Apperti Prof Jurnalis Uddin menuturkan kuota nasional mahasiswa baru untuk kedokteran dan kedokteran gigi itu tidak tepat diterapkan per 2 Juni 2017. Sebab pada saat itu sedang dimulainya proses peneriman mahasiswa baru.

Ketentuan itu menguntungkan FK yang membuka pendaftaran sejak sebelum 2 Juni. Sebaliknya merugikan FK yang membuka pendaftaran setelah 2 Juni.

’’Sebelum 2 Juni ada FK yang menerima 300 mahasiswa baru, padahal dia hanya boleh terima 200 mahasiswa,’’ jelasnya, di Jakarta kemarin (16/9).

Sementara itu ada FK yang kelebihan 10 mahasiswa saja, tetapi karena menerima setelah 2 Juni, jadi dipersoalkan.

Dia berharap ketentuan penerapan kuota nasional ini rentan dijadikan sengket hukum. Khususnya oleh mahasiswa yang sudah terlanjur diterima kuliah di FK, tetapi harus dipotong karena melebihi kuota nasional.

Kalaupun Permenristekdikti itu keluar 2 Juni, Jurnalis berharap dijalankan di tahun akademik 2018 nanti.

’’Kalau sekarang kami merasa seperti dapat lemparan bom,’’ jelas ketua yayasan Yarsi itu.

Jajaran Apperti meminta audiensi dengan Kemenristekdikti terkait ketentuan kuota nasional mahasiswa baru kedokteran dan dokter gigi itu.

Salah satu contoh akibat pemberlakuan pembatasan kuota itu terjadi di Universitas Yarsi. Universitas ini tidak lagi bisa menampung mahasiswa baru kedokteran sebanyak 250 orang.

Sekarang kuota mahasiswa baru kedokteran Universitas Yarsi tinggal 200 sampai 230 orang saja.

Direktur Penjaminan Mutu Kemenristekdikti Aris Junaidi menuturkan amanah dalam Permenristekdikti itu berbunyi, berlaku mulai 2 Juni 2017. ’’Jadi kampus yang memiliki FK, mau tidak mau harus mengikutinya,’’ katanya.

Dia menjelaskan di dalam Permenristekdikti itu sudah ada panduan rumusan perhitungan dan penetapan kuotanya. Sehingga kampus bisa menghitung sendiri berapa kuota yang mereka dapatkan.

Jika kelebihan, data mahasiswa yang berlebih itu tidak bisa masuk ke pangkalan data Kemenrsitekdikti. Alias menjadi mahasiswa FK ilegal.

Aris menjelaskan sejatinya saat keluar Permenristekdikti 43/2017 itu diikuti dengan penetapan kuota untuk masing-masing FK di seluruh Indonesia. Baik itu FK di kampus negeri maupun swasta.

Tetapi dia mengakui penetapan kuota itu terlambat. Sehingga kampus harus menghitung sendiri.

’’Kami upayakan pekan depan sudah keluar penetapan kuota untuk masing-masing FK. Dalam bentuk ketatapan Menristekdikti,’’ jelasnya.

Dia mengatakan penerimaan mahasiswa baru kedokteran dan kedokteran gigi sebelum 2 Juni, belum terkena regulasi kuota nasional.

Sehingga meskipun jumlahnya lebih banyak dari kuota maksimal hasil perhitungan yang baru, tetap dianggap resmi. (wan)

 

BACA ARTIKEL LAINNYA... Jokowi: Perguruan Tinggi Harus Antisipasi Perubahan


Redaktur & Reporter : Soetomo

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler