Aturan Mungkinkan Direksi Merpati Ubah Spesifikasi

Kamis, 16 Agustus 2012 – 15:51 WIB

JAKARTA - Mantan Direktur Teknik Merpati Nusantara Airlines (MNA), I Nyoman Suwinadja dihadirkan pada persidangan kasus korupsi penyewaan pesawat dengan terdakwa mantan Dirut MNA, Hotasi Nababan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (16/8). Dalam kesaksiannya, Nyoman yang dihadirkan jaksa sebagai saksi untuk memperkuat jerat korupsi justru meringankan posisi Hotasi.

Dalam kesaksiannya Nyoman mengungkapkan bahwa Rencana Kerja Anggaran (RKA) PT MNA memungkinkan adanya perubahan tipe pesawat yang akan disewa asalkan sesuai dengan kebutuhan. Menurut Nyoman, Direksi MNA dimungkinkan melakukan perubahan tipe dan spesifikasi pesawat yang akan disewa asalkan didasarkan pada kebutuhan di lapangan. "Prinsipnya fleksibel," kata Nyoman.

Di hadapan majelis hakim yang diketuai Pangeran Napitupulu itu Nyoman menuturkan, MNA memang harus memiliki rencana kontinjensi jika rencana pertama dalam pengadaan pesawat gagal. "Contingency plan itu kalau Merpati gagal menambah armada, harus ada skenario lain," ucapnya.

Saat pengadaan pesawat Boeing 737-400 dan 737-500 pada tahun 2006, katanya, MNA memang tengah didera krisis keuangan. Karenanya, pihak leaser yang menyewakan pesawat mensyaratkan adanya uang tunai sebagai security deposite. 

Menurut Nyoman, Direksi MNA juga terikat dengan surat Komisaris Utama MNA ke Menteri BUMN saat itu, Sugiharto. Komisaris meminta direksi MNA mengutamakan penambahan armada. "Ada 10 pesawat jenis 733 (Boeing) yang kita minta agar didatangkan," kata Nyoman.

Hingga akhirnya diputuskanlah pengadaan dua unit pesawat Boeing 737-400 dan Boeing 737-500 oleh direksi MNA di bawah Hotasi Nababan. Jaksa maupun hakim lantas mempertanyakan tidak dimasukannya dua jenis pesawat itu dalam RKA.

Namun Hyoman menegaskan bahwa dua pesawat itu masih satu jenis dengan tipe 733 yang juga diusulkan MNA. "Sama itu, 737-400 dan 500 itu family model seperti 733," sebutnya.

"Apakah harga sewa itu menarik dan menguntungkan bagi Merpati?" tanya ketua majelis, Pangeran Napitupulu.

"Ya, karena policy itu menunjukkan represetasi nilai pesawat. Asas pemanfaatan pesawat," jawab Nyoman.

Ia mengakui bahwa ada beberapa perusahaan yang dikenal sebagai leaser pesawat termasuk Thirdtone Aircraft Leasing Group (TALG) yang berbasis di Washington DC. Namun ia mengaku tak tahu jika ternyata TALG dan East Dover Ltd membatalkan kontrak sewa pesawat yang nantinya akan disewa MNA.
 
Karenanya dalam persidangan itu itu majelis hakim menanyakan upaya untuk mengembalikan uang USD 1 juta yang sudah diserahkan ke TALG. Menurut Nyoman, upaya pengembalian sebenarnya sudah dilakukan. Namun upaya itu dihentikan pada 2011 oleh Direksi MNA saat ini.

Nyoman yakin uang sebenarnya bisa dikembalikan. "Kalau upaya dteruskan pasti bisa kembali beserta bunga-bunganya karena ada putusan pengadilan di AS (perintah ke TALG mengembalikan uang ke MNA)," ucapnya.

Nyoman justru membanggakan bahwa selama Hotasi dan dirinya duduk di jajaran direksi, ada penambahan pesawat. Sebelum direksi di bawah Hotasi, pesawat MNA yang awalnya berjumlah 90 unit pesawat berkurang drastis hingga tinggal  15 unit saja.

Penyebabnya, karena ada pesawat jenis DC 9 pinjaman dari Garuda ditarik karena dijual. Ada juga jenis 25 unit Fokker 28 hibah dari Garuda yang tak bisa dibiayai operasionalnya karena MNA kesulitan keuangan.

Namun sejak Hotasi dan Nyoman ada di Merpati pada 2002 hingga 2007, perusahaan plat merah itu mampu menambah jumlah pesawat.

"Kami awal masuk hanya ada enam jet. Tahun 2007 kita keluar ada 11 jet. jadi ada penambahan. Saat kita keluar dari Merpati total sudah ada 23-24 pesawat dengan 3000-an karyawan," ucapnya.

Seperti diberitakan sebelumnya, JPU Kejagung mendakwa Hotasi telah korupsi USD 1 juta terkait penyewaan dua unit pesawat dari TALG pada 2006. Alasannya, karena Merpati telah mengeluarkan dana USD 1 juta namun pesawat yang akan disewa dari TALG masih dimiliki dan dikuasai oleh pihak lain, yaitu East Dover Ltd.

Menurut JPU, menganggap perbuatan terdakwa Hotasi selaku Dirut MNA membayarkan security deposite secara cash USD 1 juta telah memperkaya TALG dan mengakibatkan kerugian negara USD 1 juta. Karenanya Hotasi dalam dakwaan primair dijerat dengan pasal 2 ayat (1)  juncto pasal 18 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.(ara/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... MP3EI, Jurus Pemerintah Kurangi Kesenjangan


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler