Aturan Pembatasan BBM untuk Kendaraan Belum Jelas

Sabtu, 27 April 2013 – 14:41 WIB
JAKARTA - Pertamina menyatakan sebelum pemerintah memutuskan kebijakan harga bahan bakar minyak (BBM), terutama opsi dua harga, sebaiknya terlebih dulu mengatur secara jelas pembagian kendaraan yang boleh dan tidak boleh memakai BBM bersubsidi. Menurut Vice President Corporate Communication PT. Pertamina Ali Mundakir selama ini tak ada aturan yang jelas terkait kendaraan yang boleh memakai BBM bersubsidi. Peraturan Menteri ESDM Nomor 01 tahun 2013 tentang Pengendalian Bahan Bakar Minyak menurutnya tidak cukup mengatur hal itu.

"Yang dilarang di Permen itu, kendaraan perkebunan, pertambangan, kehutanan, yang mempunyai roda lebih dari empat. Ketika kami laksanakan secara konsisten kemudian muncul penolakan di daerah. Akhirnya yang terjadi bahwa akhirnya kita salah interpretasi. Sekarang, siapa yang bisa mengidentifikasi kendaraan ini  kendaraan kehutanan, perkebunan dan pertambangan," papar Ali di Jakarta Pusat, Sabtu, (27/4).

Menurut Ali, harusnya pemerintah mengeluarkan database khusus kendaraan yang tidak boleh membeli BBM bersubsidi. Jika tak ada kode khusus, kata Ali, akan menyulitkan operator SPBU di lapangan.

"Kalau memang peraturan ini sudah diundangkan kemudian ada database, di daerah ini nomor sekian , ini yang selama ini belum. Peraturan ini hanya peraturan saja tapi implementasinya di lapangan suklit karena  tidak didukung data-data yang memadai," sambung Ali.

Ia mempertanyakan pihak mana yang yang bertanggungjawab atas penyediaan database itu.  Soal kuota BBM bersubsidi, kata dia, tak masalah. Asal jelas pendataan, sehingga BBM bersubsidi tepat sasaran.

"Kan tidak mungkin orang lapor sendiri ke SPBU pak saya kendaraan kehutanan, saya tidak mau pakai BBM bersubsidi. Enggak akan terjadi seperti itu. Stiker yang dulu untuk kendaraan Pemda juga sekarang sudah tidak ada semua," tukas Ali.

Hal yang sama juga dibenarkan oleh Wakil Sekretaris DPD 3 Hiswana Migas, Syarief Hidayat. Menurutnya, aturan saja tidak cukup. Harus ada tata pelaksanaan teknisnya di lapangan. Ia  meminta jika rencana sistem harga ganda diterapkan Mei mendatang, maka perlu ada payung hukum untuk mencegah terjadinya potensi konflik.

"Kalau ada kendaraan pribadi yang maksa beli BBM Rp 4500? harus kami tolak, konsekuensinya, pasti ada keributan," kata Syarief di tempat yang sama. Menurutnya, harus ada payung hukum yang jelas sehingga tidak terjadi benturan di masyarakat. (flo/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... DPR: Antam Perusahaan yang Sehat

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler