Aturan Pencairan JHT di Usia 56 Tahun Merugikan Rakyat, ASPEK Bereaksi

Minggu, 13 Februari 2022 – 06:45 WIB
Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia (ASPEK Indonesia) meminta pemerintah meninjau ulang aturan baru tersebut. Ilustrasi pekerja berdemonstrasi: Ricardo/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Pemerintah membuat aturan baru soal pembayaran Jaminan Hari Tua (JHT) yang dinilai merugikan rakyat.

Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua yang berisi pencairan dana dilakukan saat pekerja memasuki masa pensiun 56 tahun menuai kritik.

BACA JUGA: Ini Cara Mencairkan JHT BPJS Ketenagakerjaan, Mudah, Cairnya Cepat Banget

Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia (ASPEK Indonesia) meminta pemerintah meninjau ulang aturan baru tersebut.

“Pemerintah jangan membuat kebijakan yang merugikan pekerja dan rakyat Indonesia. JHT adalah hak pekerja karena iurannya dibayarkan oleh pemberi kerja dan pekerja itu sendiri,” kata Sekretaris Jenderal ASPEK Indonesia Sabda Pranawa Djati di Jakarta, Sabtu.

BACA JUGA: Menaker Ida Fauziyah Tegaskan Pengembangan JHT Utamakan Manfaat bagi Pekerja

Kebijakan baru ini berubah dari aturan yang lama dalam Permenaker No. 19 tahun 2015 yakni manfaat JHT dapat dicairkan untuk pekerja yang berhenti bekerja baik mengundurkan diri maupun terkena pemutusan hubungan kerja (PHK).

Dalam Permenaker 19/2015, JHT dibayarkan secara tunai dan sekaligus setelah melewati masa tunggu satu bulan terhitung sejak tanggal pengunduran diri atau tanggal PHK.

BACA JUGA: Kemnaker Pastikan Kemudahan Pekerja Miliki Rumah Melalui Manfaat Layanan Tambahan JHT

Menurut Sabda, dana JHT bisa digunakan untuk modal usaha bagi para pekerja terkena PHK terlebih di tengah pandemi Covid-19.

Pasalnya, pekerja sulit mendapat pekerjaan baru di tengah situasi pandemi yang tidak pasti.

Di sisi lain, komposisi iuran JHT BPJS Ketenagakerjaan sendiri dibayarkan oleh pekerja melalui pemotongan gaji setiap bulan sebesar dua persen dari upah sebulan dan 3,7 persen dari upah sebulan dibayar oleh pemberi kerja atau perusahaan.

“Banyak juga pekerja yang di PHK tanpa mendapatkan pesangon antara lain karena dipaksa untuk mengundurkan diri dari perusahaan sehingga pekerja sangat berharap bisa mencarikan JHT yang menjadi haknya,” tegas Sabda. (antara/jpnn)


Redaktur & Reporter : Elvi Robia

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler