Pemerintah Australia mengajukan sebuah Rancangan Undang-Undang (RUU) yang akan menambah kewenangan Menteri Imigrasi untuk membatalkan, menolak visa, serta mendeportasi warga migran dari negara itu.
RUU serupa pernah diajukan ke parlemen pada tahun 2019 namun tidak lolos menjadi UU karena ditolak oleh Senat.
BACA JUGA: Penularan COVID-19 Meningkat di Sekolah yang Guru dan Muridnya Tidak Pakai Masker
Dengan beberapa revisi, pemerintah pekan ini mengajukan kembali RUU tersebut, yang isinya antara lain memuat tentang Tes Karakter bagi warga migran.
Dengan tambahan kewenangan, Menteri Imigrasi akan berhak membatalkan atau menolak visa seseorang yang divonis bersalah atas suatu perbuatan pidana serius.
BACA JUGA: Australia Bawa 21 Pemain untuk Menantang Indonesia U-23, 7 Pilar Berkarier di Luar Negeri
Pemerintahan Perdana Menteri Scott Morrison pertama kali mengajuk RUU ini pada tahun 2019, tapi gagal mendapatkan dukungan mayoritas dari para Senator Partai Buruh atau lintas fraksi.
Berdasarkan RUU yang telah diperbarui, seorang non-warga negara yang telah dijatuhi vonis karena kejahatan dengan ancaman hukuman minimal dua tahun penjara, dapat dibatalkan visa tinggalnya di negara ini, meski pun terpidana tidak harus menjalani hukuman penjaranya.
BACA JUGA: Sydney Menikmati Kebebasan, Kehidupan Perlahan Kembali Normal
Kejahatan seperti kekerasan atau serangan seksual akan masuk dalam cakupan aturan baru ini.
UU yang ada saat ini hanya mengatur pembatalan visa untuk kasus pidana di mana terpidana benar-benar menjalani hukuman penjara lebih dari 12 bulan.
Pemerintah berargumen bahwa mereka yang seharusnya dibatalkan visanya masih diizinkan untuk tinggal karena alasan teknis semata.
Alasan teknis ini terjadi bila terpidana mendapatkan pengurangan masa tahanan karena mengaku bersalah dalam persidangan, atau karena hakim yang mengurangi hukuman demi menghindari ambang batas pembatalan visa wajib.
Menteri Imigrasi Alex Hawke mengatakan UU saat ini memiliki celah hukum yang memungkinkan orang-orang yang beresiko tinggi bagi masyarakat tetap bisa tinggal di Australia.
"Memiliki visa Australia adalah hak istimewa yang tidak pantas didapatkan oleh non-warga negara yang berbahaya dan kejam," ujar Menteri Hawke dalam sebuah pernyataan.
"Anthony Albanese (pemimpin oposisi ) perlu mendukung UU baru ini demi keselamatan masyarakat. Atau dia harus menjelaskan kepada semua warga Australia mengapa dia tidak mau mendukung," ujarnya.
Partai Buruh yang beroposisi menyatakan sedang mempertimbangkan RUU yang telah diperbaiki tersebut
Menurut Juru Bicara Oposisi Urusan Imigrasi Kristina Keneally pelanggar pidana ringan dapat secara tidak sengaja terjebak jika RUU ini disetujui.
Terpidana yang seharusnya tak perlu dideportasi, katanya, akan dapat diusir dari Australia bila RUU disetujui.
UU yang berlaku saat ini pun, sebelumnya telah menimbulkan ketegangan dengan Selandia Baru, setelah PM Jacinda Ardern memohon agar Australia untuk menghentikan praktik mendeportasi terpidana yang berasal dari negara Kiwi.
Jubir oposisi Keneally sebelumnya menyatakan agar pelanggar retrospektif dikeluarkan dari RUU serta perlunya memberikan pertimbangan ekstra terhadap kasus yang melibatkan warga Selandia Baru. Keputusan Menteri jadi lebih sulit dibatalkan
RUU yang diusulkan juga akan menjadikan Keputusan Menteri Imigrasi lebih sulit digugat banding serta lebih sulit untuk dibatalkan.
Saat ini Menteri Imigrasi — atau pihak yang mewakili — memiliki kewenangan untuk membatalkan visa seseorang dengan alasan karakter, namun keputusan tersebut dapat digugat banding oleh yang bersangkutan.
Sebelumnya, keputusan menteri telah dibatalkan oleh pengadilan dalam saat Menteri Dalam Negeri Peter Dutton berusaha mendeportasi terpidana pembunuh Frederick Chetcuti.
Frederick telah tinggal menetap di Australia sejak dia berusia dua tahun.
Keputusan Menteri Dutton untuk membatalkan visa pria asal Malta berusia 73 tahun itu dibatalkan pengadilan.
Pembatalan dilakukan pengadilan karena Menteri Dutton tidak dapat membuktikan dirinya telah menghabiskan waktu lebih dari 11 menit dalam mengambil keputusan.
Pemerintah berharap dengan RUU yang diajukan sekarang situasi seperti yang dialami Menteri Dutton tidak akan terjadi lagi.
Menteri Imigrasi Alex Hawke mengatakan RUU akan diajukan ke Senat minggu ini, dan paling cepat hari Selasa (19/10).
BACA ARTIKEL LAINNYA... Korban KDRT Akan Mendapat Pembayaran dari Pemerintah Australia Hingga 5.000 Dolar