Berbekal visa kerja sambil berlibur, Ariel Azzimonti tiba di Australia untuk pertama kalinya, dengan membawa serta keahlian sebagai penata rambut dengan kemampuan bahasa Inggris seadanya.

Delapan tahun kemudian dia sudah menjadi warga negara, lancar berbahasa Inggris, menjalani kuliah bidang musik serta aktif bermain musik jazz bersama temannya.

BACA JUGA: Ada Wacana Timnas Indonesia U-23 Hadapi Australia Dua Kali, PSSI Merespons Begini

Sebelum pandemi COVID-19, Ariel membayangkan dirinya akan membina rumah tangga di Kota Sydney.

Namun penutupan perbatasan membuatnya tak bisa mengunjungi keluarganya di Argentina.

BACA JUGA: Kekurangan Pekerja di Australia, PNS Ditawari Cuti Berbayar Untuk Membantu di Musim Panen

Kini ia berpikir ulang rencana masa depannya di Australia.

"Agak menyulitkan juga," ujarnya.

BACA JUGA: Pria India Lepaskan Kobra untuk Membunuh Istri, Ini Hukuman Untuknya

"Keluarga sangat khawatir sementara kita berada di belahan dunia lain."

Menurut laporan komite migrasi Parlemen Australia, sejak perbatasan ditutup pada bulan Maret tahun lalu, lebih dari 500.000 penduduk sementara telah meninggalkan negara Australia.

Kebanyakan dari mereka merupakan pekerja terampil. Kekurangan pekerja terampil

Sebelum pandemi, perpindahan orang masuk dan keluar dari Australia mengakibatkan populasi Australia tumbuh sekitar 200.000 jiwa setiap tahun.

Namun sejak perbatasan ditutup, keadaannya menjadi terbalik.

Tahun anggaran lalu, jumlah migrasi bersih turun menjadi hanya 70.000 orang. Tahun ini diperkirakan lebih sedikit lagi, hanya 20.000 orang.

Lembaga Pemerintah Federal Australia, Centre for Population, memperkirakan migrasi positif baru akan kembali pada tahun anggaran 2022/2023.

Kepala analis imigrasi KPMG, Belinda Wright, menjelaskan penutupan perbatasan sangat memengaruhi program migrasi Australia.

Menurutnya sebelum pandemi Australia sebenarnya telah tertinggal dalam kemampuannya untuk menarik dan mempertahankan pekerja migran terampil.

Dengan adanya pembatasan perjalanan semakin memperburuk keadaan.

"Ada dampak besar bagi masa depan program migrasi jika kita terus menerapkan kontrol perbatasan yang ketat," jelas Belinda.

Dia menambahkan banyak perusahaan yang menjadi klien KPMG tidak dapat menemukan pekerja di Australia sesuai dengan keterampilan yang dibutuhkan.

Di bulan Juni lalu, Pemerintah Australia mengakui adanya kekurangan pekerja terampil dan menambahkan profesi akuntan dan auditor ke daftar yang dibutuhkan "untuk menciptakan lapangan kerja serta membantu pemulihan Australia dari dampak COVID-19."

Namun itu tidak berarti para profesional di bidang ini bisa datang ke sini begitu saja.

"Ketidakmampuan mendatangkan mereka secara fisik ke Australia mempengaruhi kemampuan kami dalam melayani kebutuhan klien," ujar Belinda. 'Menyesal mengapa saya datang'

Bagi pekerja yang sudah tinggal di Australia pun, menjaga komitmen mereka juga menjadi masalah.

Belinda menjelaskan banyak pekerja bermigrasi ke Australia berharap bisa pulang ke negaranya secara teratur.

Tapi COVID telah mengubah keadaan.

"Sebagian di antaranya mengundurkan diri dan memutuskan pulang ke negaranya," ujar Belinda.

"Keadaan ini mempengaruhi kesehatan mental, sekaligus keluarga yang bergantung pada mereka di negara asalnya," tambahnya.

Keluarga migran asal India, Jas Kaun dan suaminya yang telah tinggal selama lebih dari satu dekade di Australia mengatakan pengalaman mereka selama pandemi membuat mereka memikirkan kembali keputusan mereka untuk menetap.

Seperti kebanyakan keluarga India, Jas berencana mendatangkan orang tuanya ke Australia untuk membantu membesarkan anak-anaknya di Melbourne sehingga dia dapat terus bekerja.

"Dalam budaya kami, kita semua saling membantu," ujarnya.

"Sangat normal untuk meminta orang tua atau saudara bila kita membutuhkan bantuan," kata Jas.

Selama COVID ibunya datang ke Australia dengan visa turis satu tahun.

Tapi dia mengakui lalai karena tidak memperpanjang visa ibunya, karena sibuk dengan kondisi ayahnya yang dirawat di rumah sakit karena COVID-19 di India.

Permohonan mereka untuk perpanjangan visa ibunya ditolak dan harus kembali ke India.

"Sebelum pandemi kami tidak pernah menyadari betapa sulitnya ketika kita memiliki keluarga yang tinggal di negara lain," katanya.

Melihat ibunya kembali ke India di tengah pandemi membuat Jas Kaun kini mempertanyakan keputusannya untuk pindah ke Australia.

"Saya terkadang menyesal mengapa saya datang ke negara ini," katanya. Pilihan menarik di negara lain

Pemerintah Australia telah mengumumkan rencana untuk membuka perbatasan internasional pada bulan November.

Namun Australia masih harus melakukan beberapa upaya untuk mendapatkan kembali perhatian para pekerja migran terampil.

Belinda Wright dari KMPG mengatakan Kanada, Inggris dan Singapura kini berada dalam posisi yang lebih baik dibandingkan Australia.

Dia mengatakan Kanada khususnya telah menjadi pilihan menarik bagi para pekerja migran yang mencari gaya hidup yang mirip dengan Australia, tapi tanpa proses imigrasi yang kompleks dan rumit.

"Di Kanada, kita dapat memiliki visa bakat global, mirip dengan sub-kelas visa di Australia, dan bisa disetujui dalam beberapa minggu saja," jelasnya.

Di Australia, katanya, visa serupa kemungkinan besar akan memakan waktu hingga enam bulan.

Bagi Ariel Azzimonti, berbekal kemampuan bahasa Inggris, keterampilan bermain saksofon dan sebagai penata rambut, membuatnya semakin percaya diri mencari peluang di tempat lain.

Dia menyukai kehidupannya di Sydney, tapi dia ingin melihatnya tetap menjadi tempat yang beragam.

"Kami ingin orang datang membawa budaya, ide, dan proyek mereka sendiri. Begitulah cara negara ini berkembang," katanya.

"Begitulah fondasi Australia," ucap Ariel.

Diproduksi oleh Farid M. Ibrahim dari artikel ABC News

BACA ARTIKEL LAINNYA... Warga Australia Tuding Nelayan Indonesia Mencuri Teripang, Ada yang Takut Dirampok Juga

Berita Terkait