jpnn.com - Zoe Johnson menderita sakit tenggorokan pada 2014. Awalnya, dia berpikir itu hanya masalah biasa. Namun, setelah diobservasi, dia menderita myalgic encephalomyelitis (ME). Sebuah sindrom kelelahan kronis. Penyakit tersebut menekan sistem saraf dan kekebalan tubuh.
Sejak saat itu, Zoe Johnson harus keluar masuk rumah sakit. Hidupnya lebih banyak dihabiskan di fasilitas perawatan kesehatan tersebut. Hingga kini sakitnya tak kunjung sembuh. Lama-lama dia merasa terisolasi.
BACA JUGA: Ada YuMi, Robot yang Bisa Selfie di JIExpo
"Setelah bertahun-tahun, kehidupan persahabatannya yang nyata mulai menghilang karena dia tak cukup sehat untuk bertemu siapa pun," ujar Rachel Johnson, sang ibu.
Tiga bulan belakangan ini kehidupan gadis 16 tahun itu berubah. Dia memiliki sahabat. Karib yang menjadi mata dan telinganya. Bukan orang sungguhan. Melainkan robot mini berwarna putih. Namanya AV1. Produksi No Isolation.
BACA JUGA: ITS Raih Juara Dua Kontes Robot Sepakbola
Robot itu terkoneksi dengan internet sehingga bisa mengirimkan suara dan video kepada Zoe. Keluarganya membawa robot tersebut ke sekolah. Dia pun bisa melihat segala sesuatu yang terjadi di kelas lewat tablet ataupun telepon pintar miliknya.
Zoe merasa seperti benar-benar di dalam kelas. Dia bisa mengontrol si robot itu menghadap ke arah mana pun. Juga berbicara melaluinya. Ketika ingin bertanya, mata si robot akan berkedip-kedip. Gurunya akan langsung tahu. Saat Zoe merasa terlalu lelah untuk ikut kelas, lampu di bagian kepala AV1 akan berubah menjadi biru.
BACA JUGA: Akhirnya, Robot Avatar Bisa Berjalan
"Alat ini membuat hidup saya lebih menarik. Juga membikin saya merasa tidak dilupakan," ujar Zoe. Dia bahkan bisa ikut ujian. Menurut dia, AV1 jauh lebih bagus daripada perkiraan sebelumnya.
BBC melansir bahwa saat ini penggunaan robot pengganti memang mulai marak. Itu juga disebabkan banyaknya orang yang menderita penyakit kronis sehingga pergerakan mereka terbatas.
Berdasar hasil penelitian Journal of the American Medical Association, pada 1960 hanya 1,8 persen anak-anak di AS yang sakit parah hingga tak bisa beraktivitas normal. Pada 2010, jumlahnya naik menjadi 8 persen.
Robot-robot pengganti menjadi jawaban. Peluang itulah yang digarap perusahaan-perusahaan rintisan seperti Ohmnilabs, Giraff Technologies, Double Robotics, Vecna, dan No Isolation.
Namun, harganya tentu saja tak murah. Bisa mencapai GBP 2.200 atau setara dengan Rp 41,9 juta. Untuk sewa, biaya per bulan Rp 3,1 juta.
Robot tidak hanya membantu untuk mengikuti pelajaran, tapi juga mengatasi rasa kesepian. No Isolation mendapat ide pembuatan AV1 dari keluh kesah perawat di rumah sakit.
Dia lantas mewawancarai beberapa anak yang sudah lama dirawat di RS. Hasilnya, hampir semua menyatakan ingin berada di tempat-tempat tertentu bersama teman-temannya.
"Tapi, mereka juga menyatakan lebih nyaman jika mereka tak harus tampak di layar," ujar Karen Dolva, pendiri No Isolation. Mereka tak ingin kawan-kawannya tahu kondisi mereka saat di RS. Karena itulah, tidak ada layar monitor di robot AV1.
Megan Gilmour sejak 2010 mengampanyekan penggunaan robot pengganti di kelas-kelas untuk anak-anak yang sakit. Putranya, Darcy, harus menjalani transplantasi sumsum tulang belakang. Dia ketinggalan sekolah dua tahun karena tak bisa hadir.
"Anda tidak bisa mengobati (rasa karena) ketidakhadiran kecuali dengan kehadiran itu sendiri," tegas Gilmour. (sha/c6/sof)
Redaktur & Reporter : Adil