jpnn.com - BOGOR - Masyarakat Indonesia bakal disajikan fenomena perbedaan penetapan hari penting dalam kalender Islam atau Hijriyah. Sejumlah pakar sudah berkesimpulan bahwa 1 Ramadan 1435 H/2014 M bakal berbeda. Tetapi penetapan 1 Syawal 1435 H/2014 M kompak.
Kepala Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) Thomas Djamaluddin usai Musyawarah Kerja (Muker) Hisab dan Rukyat Kementerian Agama (Kemenag) di Bogor kemarin mengatakan, bakal ada perbedaan penetapan awal bulan puasa atau 1 Ramadan tahun ini. "Kelompok yang menggunakan hisab dengan rukyat akan mengalami perbedaan," kata dia.
BACA JUGA: Lapindo Perhatikan Desakan SBY Bayar Ganti Rugi
Thomas mengatakan Kemenag akan menjalankan sidang isbat untuk penetapan 1 Ramadan 1435 H/2014 M pada 27 Juni nanti. Menurut Thomas pada saat itu hampir bisa dipastikan bulan sudah di atas ufuk.
Tetapi berada kurang dari dua derajat, sebagaimana sudah menjadi patokan Lapan bersama pemerintah. Di beberapa wilayah Indonesia, seperti di Jogjakarta, bulan hanya berada di 0,3 derajat di atas ufuk saat matahari terbenam.
BACA JUGA: Wamendikbud: Jangan Terpengaruh Kabar Bocoran Kunci Jawaban Unas
Karena pada 27 Juni itu bulan masih sangat rendah, hampir mustahil bisa dilihat melalui metode rukyat. Sehingga pemerintah dan ormas yang menggunakan metode rukyat yakni Nahdlatul Ulama (NU) menetapkan 1 Ramadhan 1435 H/2014 M pada 29 Juni.
Sementara itu kelompok yang menggunakan metode hisab seperti Muhammadiyah, menetapkan 1 Ramadan 1435 H/2014 M pada 28 Juni. Patokan mereka adalah, pokoknya bulan atau hilal sudah di atas ufuk ketika matahari terbenam.
BACA JUGA: Pelunasan BPIH Tunggu Prerpres
Sedangkan pemantauan bulan untuk penetapan 1 Syawal (lebaran) kemungkinan dilaksanakan pada 27 Juli. Saat pemantauan itu, posisi bulan berada di atas 3 derajat sehingga memungkinkan dilakukan pengamatan langsung atau rukyat. Sehingga 1 Syawal diperkirakan jatub pada 28 Juli.
Sementara Muhammadiyah sudah lebih dulu memutuskan 1 Syawal jatuh pada 28 Juli. Itu artinya hampir dipastikan lebaran tahun ini serentak.
"Lebih pastinya kita tunggu sidang isbat oleh Kemenag nanti," ujarnya. Menurutnya kedua kelompok yang menggunakan metode berbeda itu, sama-sama mengaku punya landasan masing-masing.
Pimpinan Majelis dan Pustaka PP Muhammadiyah Mustofa Nahrawardana mengatakan, Muhammadiyah melalui metode hisab sudah bisa menghitung penanggalan Islam untuk tahun mendatang. Dia mengatakan PP Muhammadiyah menggubajan metode hisab dan tidak mengikuti penetapan versi pemerintah. "Karena ini urusan ibadah," kata dia.
Mustofa menjelaskan pihaknya juga dipastikan tidak akan menghadiri sidang isbat Kemenag. Alasannya karena menghindari bahan hinaan ormas Islam lainnya di sidang isbat. "Kejadian ini terjadi pada sidang Isbat 2011. Kami tidak ingin terulang lagi," paparnya.
Wakil Sekjen PBNU Abdul Mun'im DZ menuturkan NU akan mengikuti ketentuan pemerintah. Dia menjelaskan PBNU sejatinya juga memiliki kalender yang didasarkan hisab, seperti milik Muhammadiyah.
"Tetapi dari kalender itu perlu diperkuat dengan penglihatan langsung (rukyat, red)," katanya. Seandainya nanti ada perbedaan, dia berharap tidak menjadi pemecah persatuan umat Islam di Indonesia.
Dirjen Bimbingan Masyarakat (Bimas) Islam Kemenag Abdul Jamil belum bersedia berspekulasi tentang penetapan 1 Ramadan maupun 1 Syawal. Termasuk potensi adanya perbedaan awal bulan puasa, "Pemerintah memiliki prosedur sidang isbat. Kita tunggu sampai ada keputusan sidang isbat," katanya. (wan)
BACA ARTIKEL LAINNYA... PT KAI: Semua Titik Waspada Longsor
Redaktur : Tim Redaksi