jpnn.com, JAKARTA - Harga sejumlah bahan pangan memasuki bulan Ramadan ini mulai naik. Komoditas seperti cabai, bawang putih, bawang merah, ayam, dan lain-lain dibanderol lebih mahal dari biasanya oleh para pedagang.
Tahun ini pemerintah dinilai kurang maksimal dalam mengantisipasi datangnya ramadan sehingga pergerakan harga sejak seminggu terakhir sudah menunjukkan peningkatan.
BACA JUGA: Tak Ada Car Free Day Selama Ramadan
Dari pantauan Jawa Pos di beberapa pasar di Jakarta kemarin (16/5), harga bawang merah dan putih kompak membengkak dibanding hari-hari normal. Misalnya saja di Pasar Grogol Jakarta, bawang merah dijual dengan harga sekitar Rp 40.000 per kilogram.
”Seminggu lalu harganya masih sekitar Rp 35.000, ini harga dari pemasok juga naik makanya kita ikutan naik,” ujar Hari, 42, salah satu pedagang di Pasar Grogol.
BACA JUGA: Ramadan Momen Tepat Perangi Hoaks dan Radikalisme
Hal yang sama juga terjadi di komoditas bawang putih. Bawang putih naik cukup tajam di pasar turunan hingga mencapai 30 persen dari harga sebelumnya. Di Pasar Kebayoran Jakarta, bawang putih dibanderol dengan harga Rp 35.000 per kilogram. Padahal, menurut pedagang pada hari normal harga masih berkisar di harga Rp 25.000 per kilogram.
Di samping itu, harga daging ayam juga masih menunjukkan harga yang lebih tinggi dari harga biasanya. Harga ayam di kedua pasar di atas berkisar pada harga Rp 40.000 per kilogram. Sementara harga normal seharusnya berkisar pada harga Rp 32.000 – 35.000 per kilogram.
BACA JUGA: Puasa Melatih Kepekaan Terhadap Kesulitan Orang Lain
Menanggapi hal tersebut, Kepala Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (APPSI) Abdullah Mansuri menyimpulkan bahwa pemerintah belum cukup maksimal dalam mempersiapkan Ramadan tahun ini.
”Tahun lalu padahal persiapan sudah cukup baik. Dua bulan sebelum bahkan Kementerian Perdagangan sudah rajin menggelar rapat dengan perwakilan pedagang dan melakukan MoU dengan sejumlah pemasok,” ujar Mansuri.
Menurut Mansuri, kenaikan harga pangan erat kaitannya dengan suplai dan demand. Yang menjadi permasalahan, lanjut Mansuri, pemerintah belum kunjung memperbaiki pemetaan data produksi komoditas-komoditas penting. Sehingga, pemerintah tak dapat memonitor jumlah produksi, aktivitas distribusi, dan kemana saja hasil produksi tersebut diperdagangkan.
”Walaupun terlambat untuk sekarang ini, tiga hal tersebut perlu dikejar. Pemerintah harus tahu berapa data produksi, berapa kebutuhannya, dan memastikan distribusi aman,” beber Mansuri. (agf/puj/vir/car)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Ramadan, Persija Ubah Jadwal Latihan
Redaktur & Reporter : Soetomo