Awas! Dokter dan Jurnalis, Pekerjaan Paling Melelahkan

Rabu, 11 Oktober 2017 – 16:23 WIB
Dokter. ILUSTRASI. FOTO: Laman Cheat Sheet

jpnn.com, SURABAYA - Para dokter Departemen Ilmu Kedokteran Jiwa RSUD dr Soetomo kemarin memperingati Hari Kesehatan Jiwa Sedunia.

Mereka berkeliling di rumah sakit Pemerintah Provinsi Jawa Timur (Pemprov Jatim) tersebut dan Fakultas Kedokteran (FK) Unair.

BACA JUGA: Jauhi Minuman Berenergi, Makanlah Ini Untuk Atasi Kelelahan

Dengan membagikan pamflet dan setangkai bunga mawar, para dokter itu berkampanye tentang burnout di tempat kerja.

Burnout memang berarti habis. Terbakar. Hangus. Tinggal abu. Dalam konteks penyakit kejiwaan, burnout diterjemahkan sebagai sindrom kelelahan.

BACA JUGA: Baca, Ini Gejala Kelelahan Kronis

Kondisi itu mencakup sekaligus pada fisik dan psikis pasien.

''Ini adalah tema yang sudah ditetapkan WHO untuk peringatan tahun ini," ujar dr Nalini Muhdi Agung SpKJ (K).

BACA JUGA: Kasihan..Kakek Tua Ini Meninggal di Atas Becaknya

Salah satu jenis gangguan jiwa itu timbul akibat stres yang bersifat lama dengan intensitas tinggi di dalam lingkungan pekerjaan.

Terutama pekerjaan yang memiliki tekanan tinggi sekaligus melibatkan pelayanan terhadap sesama manusia.

Beberapa jenis pekerjaan yang dimaksud, antara lain, dokter, jurnalis, polisi, dan guru.

''Apalagi kalau sedang deadline. Ya pasti memicu stres," ujar spesialis kedokteran jiwa atau psikiater RSUD dr Soetomo tersebut.

Belum ada data pasti tentang peringkat pekerjaan yang paling banyak memicu kelelahan berlebihan itu.

Namun, lanjut Nalini, empat pekerjaan tersebut sering dijumpai pada pasien yang mengalami sindrom kelelahan.

Penyakit itu bisa menyerang siapa pun tanpa memandang jenis kelamin maupun usia.

Karena menyangkut tempat kerja, penderita paling banyak ditemukan pada usia produktif. Yaitu, 25 tahun hingga 50 tahun.

''Sering menjadi topik pembahasan di kedokteran," jelas ketua Program Studi Ilmu Kesehatan Jiwa FK Unair itu.

Nalini menyebutkan gejala-gejala yang dialami pasien kelelahan berlebihan. Antara lain, frustrasi, tertekan, apatis, dan sering merasa bosan.

Bisa pula ditandai dengan menarik diri dari lingkungan, menjadi pribadi cuek, dan ketus.

Kalau dibiarkan, gangguan tersebut bisa menimbulkan depresi dan cemas berlebihan. Itu sudah masuk kategori tingkat parah.

''Sudah parah, ya harus ke psikiater," ungkap alumnus FK Unair tersebut.

Dengan serangan itu, pekerjaan pasien akan terganggu. Hubungan dengan pekerja lain di kantor juga memburuk.

Selain itu, tingkat percaya diri pasien menurun. Gangguan tersebut juga bisa memicu timbulnya penyakit fisik, seperti obesitas, darah tinggi, dan diabetes.

Kelelahan berlebihan sebenarnya dapat diobati sendiri oleh pasien. Banyak cara untuk menghilangkan gejalanya.

Nalini memberikan saran dan trik kepada Anda saat merasakan gejala-gejala tersebut.

Salah satu cara yang paling ampuh adalah memperbaiki komunikasi antara bawahan dan bos.

Hal itu bisa memberikan pengaruh terhadap beban kerja. Jadi, pekerjaan lebih realistis.

''Sering-sering tertawa itu malah baik," katanya. Setidaknya, setiap orang harus tertawa minimal enam menit dalam sehari.

Cara itu bisa disempurnakan dengan menyeimbangkan gaya hidup antara konsumsi makanan, istirahat cukup, serta olahraga teratur.

Satu lagi cara yang dianggap penting oleh Nalini untuk mengatasi sekaligus mencegah gangguan tersebut adalah menyisihkan waktu untuk me time.

''Ambil cuti tahunan, pergi liburan, atau lakukan apa saja yang membuat Anda senang," ungkap dokter 58 tahun tersebut. (bri/c7/dos/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Dokter Stefanus Meninggal karena Bekerja 5 Hari Nonstop? Ternyata…


Redaktur & Reporter : Natalia

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler