jpnn.com, JAKARTA - Partai Gelombang Rakyat (Gelora) mengungkapkan ada potensi munculnya politik identitas dalam Pemilu atau Pilpres 2024.
Sekjen Partai Gelora Indonesia Mahfudz Siddiq menilai hal itu memungkinkan terjadi karena pemilu diselenggarakan dalam situasi Pandemi Covid-19.
BACA JUGA: Gus Jazil: Jika PT Diturunkan, Bisa Cegah Politik Identitas
Mahfudz mengingatkan semua pihak untuk mengantisipasi munculnya kembali politik identitas yang menciptakan pembelahan atau polarisasi dahsyat di masyarakat.
Pasalnya, menurut Mahfudz efek politik identitas pada Pemilu 2019 belum sepenuhnya hilang.
BACA JUGA: Ras Melanesia di Antara Politik Identitas
"Kemunculan politik identitas itu, antara lain bisa muncul dari tokoh-tokoh politik yang rekam jejak nya menunjukkan keterkaitan dengan politik identitas. Kita sama-sama tahu, kini sudah muncul nama-nama tokoh dalam survei-survei calon presiden, termasuk yang dilakukan SMRC (Saiful Mujani Research and Consulting )," ujar Mahfudz dalam Webinar Moya Institute bertajuk “Pandemi dan Siklus Politik Indonesia Jelang 2024 ", Jumat (21/1).
Mahfudz mencontohkan pada kasus Anies Baswedan yang dalam persepsi publik pernah punya keterkaitan dengan politik identitas di masa lalu.
BACA JUGA: Panglima TNI Sebut Politik Identitas Sejatinya Digunakan Penjajah
"Sangat mungkin mengikutsertakan politik identitas kembali, bila maju dalam kompetisi Pemilu 2024," katanya.
Mahfudz menilai politik identitas juga rawan terjadi jika Pilpres 2024 diundur sebagaimana disampaikan oleh Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia.
Hal itu memberikan peluang pada kelompok-kelompok yang mengusung politik identitas untuk melakukan mobilisasi.
"Dan itu, akan membuat pembelahan masyarakat semakin dahsyat, serta kohesi sosial terganggu," ujarnya.
Pemerhati Politik dan Isu-isu Strategis Prof Imron Cotan menyatakan politik identitas selalu tumbuh apabila situasi krisis, seperti yang diakibatkan pandemi Covid-19 muncul dan berkelanjutan.
Berdasarkan kajian ilmu politik, ujarnya, krisis berkelanjutan memang mengundang munculnya politik identitas.
Dia mencontohkan hal itu terjadi di negara adidaya Amerika Serikat terkait kemunculan Presiden Donald Trump dan Presiden Jair Bolsonaro di Brazil.
"Keduanya muncul berbasiskan politik identitas, akibat krisis yang melanda negeri mereka masing-masing. Hal itu yang kita tidak inginkan terjadi di Indonesia," ujar Imron.
Oleh karena itu, agar mencegah politik identitas maupun polarisasi muncul di tengah masyarakat, situasi pandemi ini harus ditangani dengan baik.
Kendati demikian, dia menilai penanganan pandemi oleh negara sudah cukup baik, bahkan ke-5 terbaik di dunia.
"Bila penanganan pandemi ini baik, ekonomi membaik, potensi kemunculan politik identitas dan dikotomi masyarakat juga bisa dicegah. Indonesia bisa melaksanakan pemilu 2024 dengan baik juga," ujar Imron. (mcr10/jpnn)
Redaktur & Reporter : Elvi Robia